About Template

Sabtu, 07 Januari 2012

oleh qoiriah 08350034 umi salamha 08350035 STUDI ISLAM KONTEMPORER KLONING 1. Latar Belakang Masalah perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seoang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan salah satu tujuan perkawinan itu sendiri adalah memiliki keturunan atau mengembangbiakkan umat manusia (reproduksi) di bumi, dan secara tidak langsung sebagai jaminan eksistensi agama Islam. Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, untuk memiliki keturunan atau mengembangbiakkan manusia (reproduksi) tidak harus ada perkawinan antara laki-laki dan perempuan, dalam artian melakukan hubungan intim antara suami istri atau pembiakan tanpa perkawinan yang disebut kloning, kloning itu sendiri berasal dari bahasa Inggris kloning, adalah suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organism melalui proses yang aseksual atau dengan arti kata lain membuat foto copy atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara-cara non seksual. Kloning yang menjadi topik pembicaraan kita ini bermula dari upaya sejumlah ilmuan yang melakukan percobaan dengan mengambil sel-sel wortel dan meletakkannya pada satu lingkungan dengan spesifikasi tertentu. Walaupun sel itu tidak dibuahi, ternyata ia membelah sebagaimana layaknya sel yang dibuahi, bahkan ada beberapa sel wortel itu yang demikian aktif sehingga berkembang sedemikian rupa dan menampakkan akar-akarnya. Percobaan tersebut dikembangkan dengan hasil yang sangat mengagumkan sehingga benar-benar lahir wortel sebagaimana yang dikenal selama ini. Dari tumbuhan, para ilmuwan pada akhir tahun 60-an beralih kepada upaya mengkloning binatang, percobaan terhadap kodok Afrika yang bertaring pun ternyata berhasil. Percobaan-percobaan dari berbagai jenis binatang berlanjut hingga kita mendengar tentang lahirnya domba Dolly yang terkenal itu (Februari 1997 M). ketika itu kembali ramai dibicarakan kloning manusia dan lahirlah pro-kontra itu terjadi di mana-mana, bukan saja antara lmuwan versus agamawan atau moralis, tetapi juga antara agamawan sendiri, tidak terkecuali para ilmuwan. Setelah akhir abad lalu Harian Umum Jawa Pos (4 Juli 1997), memberitakan bahwa seorang laki-laki Mesir bernama Hisyam Raqab sedang mengandung, maka di awal abad XXI ini, harian itu juga memberitakan kejadian yang sama. Seorang laki-laki dari Manhattan, New York, bernama Lee Mingwei, sedang menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya yang sudah menginjak usia delapan bulan kehamilannya. Menurut pemberitaan Jawa Pos edisi 30 september 2000, rekaysa genetika yang dilakukan pada Lee ini, pada awalnya Lee diberi suplai pil hormon wanita. “ini dilakukan untuk mempersiapkan tubuh Lee agar sesuai dengan kondisi tubuh wanita”, kata dr. Hudi Winarso M.Kes. SpAnd, pakar pria RSUD dr. Sutomo Surabaya. Dari penjelasan para pakar diketahui bahwa ada dua macam kemungkinan kloning. Pertama, kloning terapeutik yang dinilai oleh sementara pakar mengandung manfaat yang sangat besar dalam bidang kedokteran, demikian pula di bidang industri dan bidang bioekonomi. Dan kedua adalah kloning reproduksi manusia. Yang menjadi kajian kita adalah tentang kloning manusia, karena Kloning reproduksi dinilai bertujuan menduplikasi manusia yang sama persis, jadi bagaimana hukum kloning dalam pandangan Islam? Apakah diperbolehkan, atau diperbolehkan dengan syarat, Atau bahkan benar-benar dilarang? Benarkah perempuan dan laki-laki tidak saling menbutuhkan? Sehingga mereka memutuskan untuk melakukan kloning, yang dianggap mereka adalah jalan termudah untuk mendapatkan anak tanpa adanya perkawinan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji karena termasuk permasahan baru yang belum ada pada zaman Nabi, sehingga makalah ini bisa memberi sedikit gambaran dan pengetahuan mengenai kloning itu sendiri. Dan semoga memberikan manfaat bagi yang membacanya. 2. Pokok Masalah Bardasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam makalah ini adalah “Bagaimana Hukum Kloning dalam Pandangan Hukum Islam?” 3. Kerangka Teori Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan konsekuensi dari konsep ilmu dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa hakikat ilmu itu adalah menemukan sesuatu yang baru bagi masyarakat. Seperti akhir-akhir ini tidak asing ditelinga kita mendengarkan kata kloning. Yakni suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses yang aseksual atau dengan arti kata lain membuat foto copy atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara-cara non seksual. Padahal kita ketahui bersama, adapun proses kejadian manusia itu sendiri sangat jelas disebutkan di dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah: انا خلقنا الانسان من نطفة امشاج نبتليه فجعلنه سميعا بصيرا ( ) انا هدينه السبيل اما شاكراو اما كفورا ( ( Demikianlah manusia itu diciptakan oleh Allah dari nuthfah, yaitu percampuran antara benih laki-laki dan perempuan. Sesudah nuthfah itu menjadi segumpal darah sesudah melalui proses lewat rahim, kemudian darah tersebut menjadi daging. Lahirlah dia ke dunia menjadi seorang bayi manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Kata nuthfah amsaj berarti bahwa manusia itu dijadikan dari setetes mani yang bercampur antara benih laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, seorang perempuan dapat menghasilkan ovum, di dalam ovariumnya yang disebut juga sebagai sel telur dan seorang laki-laki menghasilkan spermatozoon. Hasil persatuan antara keduanya menghasilkan satu zygota, jika zygota ini mengandung satu kromosom X dan satu kromosom Y. Zygota ini berkembang menjadi individu laki-laki. Sebaliknya, bila zygota itu terdiri dari kromosom X dari benih perempuan dan kromosom X dari benih laki-laki, maka zygota ini berkembang menjadi individu perempuan. Tetapi pada kloning, tidak ada proses yang berada seperti di atas. Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensasi, dan berubah menjadi janin yang sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telu perempuan. Proses pembuahan yang alamiah tidak akan dapat berlangsung kecuali dengan adanya laki-laki dan perempuan, dan dengan adanya sel-sel kelamin. Sedang proses kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki atau tanpa adanya laki-laki, dan terjadi pada sel-sel tubuh, bukan sel-sel kelamin. Proses ini dapat terlaksana dengan cara mengambil sel tubuh seorang perempuan dalam kondisi tanpa adanya laki-laki kemudian diambil inti selnya mengandung 46 kromosom, atau dengan kata lain, diambil inti selnya yang mengandung seluruh sifat yang akan diwariskan. Inti sel ini kemudian ditanamkan dalam sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Selanjutnya, sel telur ini dipindahkan kedalam rahim seorang perempuan setelah terjadi proses penggabungan antara inti sel tubuh dengan sel telur yang telah dibuang inti selnya tadi. Adapun pewarisan sifat yang terjadi dalam proses kloning sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal penampilan fisiknya, seperti tinggi dan lebar badan serta warna kulit dan juga dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan kata lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya. Sedangkan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika misalnya sel diambil dari seorang ulama atau dokter ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat asli. Menangkap suatu yang baru (discovery) dan menemukan sesuatu yang masih gelap dan samar bagi orang lain (reaching the unknown) merupakan prinsip keilmuawan di dalam Al-Qur’an. Namun apapun yang ditemukan dari penelitian berdasar potensi manusia, penerapannya harus dikonsultasikan dengan acuan syariah islamiyah agar tidak menyimpang dari nilai keadilan dan moral Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebagai permasahan yang baru muncul dan sebagai masalah yang tidak ada penjelasan keterangan yang secara langsung dalam Nash maupun Hadits, maka pemecahannya adalah dengan menempatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai nilai keadilan dan moral yang tertinggi (supremacy of moral and justice). Ahli hukum Islam telah merumuskan lima acuan dalam memahami hukum. Semua kebutuhan terhadap aturan hukum yang tidak ditetapkan secara eksplisit di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ditetapkan oleh ahli hukum (fuqaha) dengan merumuskan kaidah hukum yang diselaraskan dengan arahan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan kebijakan tersebut semua penetapan yang dibuat oleh ahli hukum itu diberi baju syariah. Lima acuan yang diistinbatkan dari sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah itu ialah. Pertama, penghormatan syariah terhadap keyakinan yang berkembang dalam masyarakat (hifz al-din). Kedua, penghormatan syariah terhadap eksistensi dan keamanan perorangan baik diri dan martabatnya sebagai manusia (hifz al-nafs,hifz al-ardl). Ketiga, penghormatan syariah terhadap eksistensi dan kebebasan berfikir yang merupakan produk akal yang jujur (hifz al-‘aql). Keempat, penghormatan syariah terhadap sistem kekeluargaan yang membuahkan ketertiban silsilah keurunan yang berkembang dalam masyarakat (hifz al-nasb). Kelima, penghormatan syariah terhadap kepemilikan kekayaan yang didapat secara jujur (hifz al-mal). Lima acuan itu disebut denga istilah “dlaruriyat” yang diuraikan dalam konteks maqasid al-tasry’. Selain itu para ahli hukum masih menambahkan dengan bagian lain yang disebut hajiyat dan takhsiniyat, untuk membawa kehidupan insane menjadi lebih adil dan terhormat baik dalam kehidupan prbadi, bermasyarakat maupun bernegara. Menurut MUI (Majlis Ulama Indonesia) dalam musyawarah nasional VI yang diselenggarakan pada tanggal 23-27 Rabi’ul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang kloning. Menimbang: 1. Bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh iptek adalah kloning, yaitu “suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel janin yang sudah beerdiferensiasi dari sel dewasa” atau “penggandaan makhluk hidup menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur pada tahap sebelum terjadi permasalahan sel-sel bagian-bagian tubuh”; 2. Bahwa masyarakat senantiasa mengharapka penjelasan hukum Islam tentang kloning, baik kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama kloning terhadap manusia; 3. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum kloning untuk dijadikan pedoman. Memperhatikan: 1. Kloning tidak sama dengan, dan sedikitpun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekedar penggandaan. 2. Secara umum, kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia. 3. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain: rekayasa genteik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning 4. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain: A. Menghilang nasab anak hasil kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikannya sejumlah hukum yang timbul dari nasab; B. Institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual; C. Lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan akan menjadi hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak budaya) hukum dan syari’ah Islam lainnya; D. Tidak aka nada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan; E. Hilangnya maqashid awwaliyah (utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder); F. Pendapat dan saran peserta sdang Mengingat: 1. Firman Allah Al-Qur’an Al-Jatsiyah: 13, yang artinya “Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dariNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”. 2. Firman Allah Al-Qur’an Al-Isra’: 70 yang artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”, dan Al-Qur’an Surat Al-Ra’d: 16, yang artinya “Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". 3. Firman Allah QS. Al-Mu’minun: 12-14 yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. 4. Kaidah fiqhiyah ”menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif) dari pada mendatangkan kemaslahatan” MEMUTUSKAN Menetapkan 1. Fatwa musyawarah nasional Majlis Ulama Indonesia tentang kloning 2. Kloning terhadap manusia dengan cara bagaimanapun berakibat pada pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram. 3. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan/atau untuk menghindari (hal-hal negatif). 4. Mewajibkan pada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktek kloning terhadap manusia. 5. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama’ untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi kloning, meneliti peristilahan dan permasalahatan serta menyelenggarakan kajian ilmiah untuk menjelaskan hukumnya. 6. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama’ dan umara’ untuk mendorong pembentukan (pendirian) dan mendukung institusi-institusi ilmiah yang menyelenggarakan penelitian ini di bidang biologi dan teknik rekayasa genetika pada selain bidang kloning manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. 7. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama’ dan umara’ untuk segera merumuskan kriteria dank ode etik penelitian dan eksperimen bidang biologi untuk dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang memerlukan. 8. Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan agar seiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa. 4. Analisis Penemuan-penemuan baru hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebenarnya terjadi di sepanjang sejarah. Ada yang mendapat sambutan baik masyarakat tanpa menimbulkan kontrovensi yang berarti, namun tidak jarang pula yang mendapat pertentangan keras tetapi belakangan mereka bisa menerima ataupun ada juga yang ditolak sama sekali. Penemuan-penemuan baru tersebut, biasanya akan membawa dampak perubahan-perubahan yang spektakuler bagi peradaban umat manusia. Baik itu bersifat material ataupun non-material seperti sikap dan pandangan hidup manusia itu sendiri. Dan gejala-gejala seperti itu dapat kita amati sepanjang sejarah umat manusia. Di antara temuan-temuan itu adalah penemuan di bidang bioteknologi seperti kloning. Kloning sendiri adalah usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses yang aseksual atau dengan arti kata lain membuat foto copy atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara-cara non seksual. Kloniung manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki lalu ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan agar dapat emperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan kode genetic yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja, tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perempuan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini setelah bergabung dengan inti sel tubuh perempuan lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan kode genetic yang sama dengan perempuan yag menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Dalam melihat fenomena yang bergejolak di masyarakat mengenai hal kloning, seharusnya sebelum kita menarik kesimpulan dan menyatakan hukumnya, hal yang perlu kita perhatikan adalah mengenai manfaat dan kemudharatan dari kloning itu sendiri bagi manusia, berikut ini manfaat dan kerugian yang ditimbulkan dari kloning. Adapun manfaat dari kloning yakni: 1) rekayasa genteik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning. 2) Memperbaiki kualitas keturunan dengan menghasilkan keturunan yang lebih cerdas, lebih kuat, lebih sehat, dan lebih rupawan. 3) Memperbanyak keturunan guna meningkatkan jumlah penduduk suatu bangsa atau Negara itu lebih kuat. Selain terdapat manfaat kloning juga menimbulkan kerugian, antara lain: 1) Kloning pada manusia akan menghilangkan nasab. 2) Kloning pada perempuan saja tidak akan mempunyai ayah. 3) Menyulitkan pelaksanaan hukum-hukum syara’ seperti, hukum pernikahan, nasab, nafkah, waris, hubungan kemahraman, hubungan ashabah, dan lain-lain. Dilihat dari segi manfaat dan mudharat kloning, kita bisa simpulkan bahwasanya, kloning lebih membawa kepada kerugian dibandingkan manfaatnya sendiri. Walaupun manfaat kloning itu ada tapi itu hanya sekelumit manfaat yang lebih cenderung membawa kepada kerugian. Jelas hal ini bertentangan dengan konsep kemaslhahatan yang dilihat dari ukuran berlakunya mashlahah, yakni terdapat tiga syarat: Pertama, mashlahah itu harus sesuai dengan maqâsid asy-syâri’ (tujuan Allah), salah satu contohnya adalah menghilangkan nasab, bertentangan dengan memelihara keturunan (hifz an-nasl) Kedua, mashlahah itu harus rasional di dalam esensinya (ma’qûlah fî dzâtihâ). Ukurannya adalah bisa menarik manfaat atau menolak madarat. Meskipun demikian, ketentuan ini tidak mutlak berlakunya, sebab mashlahah tidak boleh bertentangan dengan teks yang jelas dan rinci. Ketiga, mashlahah itu adalah untuk kepentingan manusia secara universal, bukan untuk kemaslahatan individual atau kelompok tertentu. Sekali lagi Islam sangat menghargai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi kloning. Bahkan lebih jauh manusia diperintahkan untuk memikirkan, menggali dan mengupayakan seoptimal mungkin tentang semua ciptaan Tuhan. Dan bagi manusia itu sendiri, memikirkan dan memahami bagaimana ia diciptakan amatlah dianjurkan. Proses kejadian manusia tanpa proses pembuahan sperma laki-laki merupakan tanda dari kekuasaan Tuhan. Apabila dicermati dari kebiasaan yang terjadi, merupakan hal yang mustahil. Namun apabila ditinjau dari hukum logika bukan yang mustahil bagi akal dan amat mungkin sesuai dengannya. Allah Swt menciptakan manusia tanpa melalui proses pembuahan sperma laki-laki adalah hal yang sangat mudah daripada penciptaan manusia pertama (tanpa ayah-ibu). Yang menjadi masalah sekarang adalah apakah hasil teknologi kloning berupa domba Dolly, Polly, dan Tetra ini merupakan anugerah atau ujian. Konsekuensi logis dari kloning manusia (human kloning) adalah manusia dengan segala kelebihannya, namun sebenarnya memungkinkan banyak menambah kekurangan padanya berupa kesombongan. Dengan tanpa laki-laki, seorang wanita sudah bisa mengandung dan melahirkan anak dari ibu kandungnya sendiri yang berarti akan melegitimasi keluarga lesbian, bahkan tidak mustahil menyuburkan rumah tangga gay, sebagaimana telah diberitahukan beberapa media yang lalu seorang laki-laki bernama Hisyam Raqab (16 tahun) terdapat janin dalam perutnya yang sudah memiliki kepala, dua buah lengan, lidah dan gigi yang sudah tumbuh sempurna dengan panjangnya 18 cm dan berat 2 kg. bahkan apabila sudah diciptakan rahim buatan, maka kloning manusia tidak memerlukan wanita untuk masa kehamilannya, institusi perkawinan sudah tidak diperlukan lagi, anak hasil kloning tidak mengenal bapaknya (orang tuanya), orang tua dan anak tidak ada hubungan kasih sayang sebagaimana mestinya. Kehidupan semakin galau. Dalam menanggapi masalah cloning ini, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’, ada yang membolehkan dengan ketentuan dan syarat0syarat tertentu dan ada yang jelas menentang sehingga haram hukumnya melakukan cloning manusia. Penelitian-penelitian ilmiah dalam bidang cloning merupakan sesuatu yangn mubah (boleh) dan tidak perlu untuk tergesa-gesa melarang atau mengharamkannya. Syaikh Muhammad Miqdad menegaskan bahwa ”apabila ternyata bahwa cloning reproduksi manusia menghasilkan manusia yang hanya serupa dengan manusia yang lahir normal, tetapi tidak memiliki sifat-sifat manusia normal, baik di bidang fisik maupun mental, atau dia tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi manusia biasa, atau terbukti bahwa dia akan menjadi manusia yang buruk perangainya (luput dari sisi positif manusia), maka ketika itu kita baru dapat berkata bahwa ia haram secara pasti. Islam sebagai agama yang realistis dan melindungi serta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan memandang kepada persoalan semacam ini sesuai dengan dampak dan hasil-hasilnya yang positif dan negative. Kalau sisi positifnya lebih banyak, maka ia dapat dibenarkan dan kalau sebaliknya maka ia terlarang berdasarkan kaidah yang ditegaskan oleh firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 219) yang artinya “Dosa keduanya (yakni minuman keras dan perjudian) lebih besar daripada manfaatnya”. Majlis Ulama Indonesia (MUI) sendiri memberikan hukum haram untuk cloning. Hal ini didasarkan atas beberapa hal, yakni: 1. Anak-anak produksi cloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan وأنه, خلق الزوجين الذكروالأنث ( ) من نطفة ااذ تمنى ( ) 2. Anak-anak produk cloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk cloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibi. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Swt ياأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم ثعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبير 3. Cloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA, yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda: “siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah). 4. Memproduksi anak melalui proses cloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara baapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan lain-lain. Di damping itu, cloning akan mencampur adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Cloning manusia sungguh merupakan perbuatan keji yang akan dapat menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat. Firman Allah: ولاضلنهم ولامنينهم ولامرنهم فليبتكن اذان الانعام ولامرنهم فليغيرن خلق الله ومن يتخذ اشيطن وليا من دون الله فقدخسرخسرانامبينا manusia sebagai makhluk yang paling mulia, diharapkan selalu memiliki derajat lebih daripada makhluk lain, sehingga jangan sampai mengalami degradasi akibat oleh tangan manusia sendiri. Memang sebagian bisa memberi manfaat kepada mereka yang menginginkan, namun mudharatnya kadang-kadang lebih besar dari manfaatnya. Maka dari perangkat-perangkat hukum di atas ataupun yang lainnya, para ulama telah berusaha memberikan fatwanya mengenai cloning manusia ini, walaupun diantarnya membolehkan, namun kebanyakan mereka memandang bahwa cloning pada manusia membawa mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Sehingga mereka tidak membenarkan adanya. Namun sebagai penelitian embrional dan tidak ditanam dalam rahim, mereka juga ada yang membenarkan. Mengenai variasi pendapat hal ini sah-sah saja, selama memiliki alasan dan dasar untuk mendukung pendapat mereka. 5. Kesimpulan Latar belakang yang sedikit memberikan ulasan dan kenapa permasalahan tentang cloning ini sangat menarik untuk dibahas, yang diteruskan dengan pokok permasalahan tentang bagaimana hukum dari kloning itu sendiri, dengan menyediakan kerangka teoritik sebagai dasar teori untuk menjawab, dan sedikit pemaparan di analisis tentang masalah cloning dan sedikit pemaparan pendapat para ulama dengan segala variasi perbedaan jawaban tentang hukum cloning, pendapat ulama’ antara lain yakni: 1. Hukum cloning mubah, bila mendatangkan manfaat 2. Hukum cloning haram, karena mudharatnya lebih banyak. Maka kami menarik kesimpulan bahwa hukum cloning itu sendiri adalah haram, dengan berdasarkan kepada kepentingan kemaslahatan dengan mengenyampingkan kerugian atau kemudharatan. Seperti dalam kaidah fikih: لا ضرر ولا ضرار Segala perintah agama ditetapkan untuk kebaikan manusia. Baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sebaliknya, semua larangan agama ditetapkan untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk mafsadat dalam kehidupan dunia dan akhirat. DAFTAR PUSTAKA Universitas Islam Indonesia, Qur,an Karim dan Terjemahan Artinya,cet-7, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid 2, Juz 4-5-6, Jakarta: Lentera Abadi, 2010 Subekti, S.H, R, Prof. R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009. Nasution, MA, Prof. Dr. H. Khoiruddin, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia Dan Perbandingan Hukum Perkawinan Di Dunia Muslim, Yogyakarta: Academia Dan Tazafa, 2009 Dahlan, M,Ag, Dr. Moh, Abdullah Ahmed an-Na’im Epistemologi Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009 Musthoffa, Aziz. Musbikin, Imam, Kloning Manusia Abad XXI Antara Harapan, Tantangan dan Pertentangan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2011 Nadia, Zunli, Waria Laknat atau Kodrat!?, Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2005 Munajat, M. Hum, Drs. Makhrus, Studi Islam Di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2008. kloning Dalam Hukum Islam, http://8tunas8’ s Blogs.com, akses 15 Desember 2011 Fadal, M.H.I, Moh. Kurdi Kaidah-kaidah Fikih, Jakarta: CV Artha Rivera, 2008

0 komentar:

Posting Komentar