About Template

Kamis, 11 Oktober 2012

PERANAN DISMISSAL PROSES DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Acara PTUN DISUSUN OLEH: UMI SALAMAH AS/08350035 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL 1 LATAR BELAKANG 2 RUMUSAN MASALAH 4 PEMBAHASAN 4 PENUTUP 11 DAFTAR PUSTAKA 12 Peranan Rapat permusyawaaratan (Dismissal Procedure) dalam penyelesaian perkara di PTUN A. Latar belakang masalah Aspek kehidupan masyarakat saat ini banyak sekali yang melibatkan atau turut campurnya pemerintah. Sehingga administrasi negara memerlukan kekuasaan dan kebebasan yang semkin besar pula. Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya juga, terkadang tersandung dengan banyak kepentingan sehingga ada pihak yang dirujikan atau juga pihak yang terganggu kepentingannya. Pemerintah menanggapi akan hal ini dengan adanya adminstrasi negara maka dibentuklah peradilan yang bisa meyelesaikan sengketa yang terjadi antara badan atau instansi pemerintah dengan masyarakat. Agar kekuasaan dan kebebasan tersebut tidak disalahgunakan, dan perlindungan hukum tetap terjamin untuk itu diperlukan pengawasan terhadap administrasi negara. Peranan pemerintah dalam hal ini menciptakakan Peradilan Tata Usaha Negara untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warga negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga negaranya. Yang tidak diatur dalam peradilan yang ada seperti peradilan umum dan peradilan agama atau peradilan perdata. Penerapan dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) berbeda dengan peradialn perdata salah satunya yaitu adanya Proses dismissal dan ini merupakan karakteristik dari PTUN. Proses dismissal atau rapat permusyawaratan merupakan proses penyaringan terhadap gugatan yang masuk Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Di dalam Acara rapat permusyawaratan atau pemeriksaan dismissal dilakukan secara musyawarah apakah perkara tersebut diterima atau tidak. Adanya proses dismissal ini dilatar belakangi berdasarkan suatu gugatan tidak semua dapat di terima di PTUN sehingga dengan proses dismissal ini padat disaring perkara-perkara yang masuk di PTUN. proses dismissal ini memang harus dilalui setiap gugatan yang masuk ke PTUN. Hal itu untuk dinilai layak tidaknya sebuah gugatan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yakni persidangan. Dalam proses dismissal, Ketua PTUN akan didampingi panitera yang mencatat jalannya pemeriksaan berkas. "Kalau lolos, ketua PTUN akan menunjuk majelis hakimnya, tapi kalau tidak lolos, akan dikeluarkan penetapan dismissa. bagi pihak yang merasa keberatan dengan penetapan dismissal tersebut, bisa melakukan perlawanan, dan ketua PTUN akan menilai kembali. Penilaian yang dimaksud, sebuah gugatan menjadi kewenangan PTUN atau tidak untuk mengadili. Bisa saja gugatannya sudah masuk ke PTUN tapi setelah pemeriksaan, ternyata kewenangan peradilan umum, bukan PTUN. Untuk lebih jelaskan akan diuraikan dalam pembahsannya berikut ini. B. Rumusan masalah Dari latar belakang diatas maka muncullah pertanyaan Bagaimana pelaksanaan dismissal proses dalam PTUN sehingga nantinya bisa mengetahui preses sebuah perkara itu diterima atau ditolak. C. Pembahasan 1. Proses Dismissal Prosedure Proses dismissal yaitu proses penyariangan atau penelitian terhadap gugatan yang masuk di PTUN pada tahap kedua yang dilakukan oleh ketua PTUN. Berdasarkan pasal 62 ayat 1 “ dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau berdasarkan, dalam hal : 1. Pokok sengketa nyata-nyata tidak termasuk wewenang pengadilan karena berkaitan dengan kompetensi relatif dan atau kompetensi absolut. Kompetensi ralatif berkaitan berkaitan dengan pengadilan itu sendiri. Dan atau berkaitan dengan tempat kedudukan para pihak, sedangkan kompetensi absolut berkaitan dengan obyek atau materi atau pokok sengketa. 2. Tidak dipenuhinya syarat-syarat gugatan meskipun penggugat telah diberitahu dan diperingatkan untuk memperbaikinya. 3. Gugatan menurut nalar tidak masuk akal atau tidak didasarkan pada alsan-alasan yang layak. 4. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnaya telah terpenuhi oleh keputusan tata`usaha negara yang digugat. 5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya, misalnya gugatan yang diajukan sebelum waktunya atas dasar suatu perhomonan yang jangka waktunya belum 4 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan penggugat. Gugatan yang diajukan telah lewat waktunya, misalnya gugatan terhadap suatu surat keputusan tata usaha negara yang diajukan lewat dari 90 (Sembilan puluh hari) sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan tata usaha negara tersebut. Proses rapat permusyawaratan sendiri tidak diatur secara khusus dalam uu atau peraturan pelaksana. Tidak adanya aturan khusus ini membuat para ahli hukum emberikan definisi menurut pemahn mereka. Seperti beberapa pendapat ahli dibawah ini • S.F. MARBUN dalam karyanya yang berjudul PERADILAN TATA USAHA NEGARA menyebutkan “...Acara Rapat Permusyawaratan dilakukan sendiri oleh Ketua Pengadilan sebelum Majelis Hakim Pemeriksa perkara pokok sengketa ditunjuk. Penetapan atas hasil Rapat Permusyawaratan akan didengar oleh para pihak (penggugat dan Tergugat) sebelum hari sidang ditentukan.................dan seterusnya”. • PHILIPUS M. HADJON dkk. dalam karyanya yang berjudul Pengantar Hukum Administrasi Indonesia menyebutkan: “.................Rapat permusyawaratan itu sendiri dari para hakim dan panitera yang diketuai oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama)...............: Hasil rapat permusyawaratan dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap gugatan dalam bentuk suatu penetapan yang diucapkan di hadapan kedua belah pihak yang bersengketa untuk mendengarkanya setelah dipanggil dengan surat tercatat oleh panitera..................... dan seterusnya”. • pendapat serupa oleh Indroharto menyebutkan “Rapat permusyawaratan itu dihadiri oleh mereka yang ikut dalam memutuskan sesuatu mengenai perkara yang bersangkutan, yaitu Ketua Sidang dan para Anggota Majelis dan Panitera atau Panitera Pengganti yang ikut duduk bersidang Dalam penerapanya saat ini proses dismissal, Ketua PTUN akan didampingi panitera yang mencatat jalannya pemeriksaan berkas. "Kalau lolos, ketua PTUN akan menunjuk majelis hakimnya, tapi kalau tidak lolos, akan dikeluarkan penetapan dismissa. bagi pihak yang merasa keberatan dengan penetapan dismissal tersebut, bisa melakukan perlawanan, dan ketua PTUN akan menilai kembali. Penilaian yang dimaksud, sebuah gugatan menjadi kewenangan PTUN atau tidak untuk mengadili. Bisa saja gugatannya sudah masuk ke PTUN tapi setelah pemeriksaan, ternyata kewenangan peradilan umum, bukan PTUN. 2. Cara Pemeriksaan Upaya Hukum Perlawanan Terhadap Penetapan Dismissal Setelah proses dismisal dilaksanakan maka proses selanjutnya pembacaan proses dismisal yaitu antara diterima atau ditolak sebuah gugatan yang diajukan. Jika ditolak maka dapat melaksanakan gugatan perlawan. Undang-Undang tidak mengatur mengenai tata cara pemeriksaan terhadap perlawanan Penetapan Dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur dalam Surat Mahkamah Agung RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 perihal JUKLAK yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tahap III Angka VII.1, sebagai berikut : a) Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak perlu sampai memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-bukti, saksi-saksi, ahli dan sebagainya. b) Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkaranya yang dimulai dengan pemeriksaan perkara. c) yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis. Selanjutnya perlu diketahui bahwa : a) Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal dilakukan oleh Majelis dalam sidang yang terbuka untuk umum. b) Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak boleh sampai memeriksa materi gugatan. c) Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia upaya hukum. Dalam hal perlawanan diterima, maka persidangan terhadap perkaranya dilakukan dengan acara biasa oleh Majelis Hakim yang sama, dengan nomor perkara yang sama. d) Gugatan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan diajukan dalam waktu 14 hari setelah Penetapan Ketua Pengadilan diucapkan. e) Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dilakukan dengan cara mengajukan gugatan biasa (vide Pasal 62 ayat 3b jo. Pasal 56). f) Untuk melengkapi gugatan perlawanan dilampirkan salinan Penetapan Dismissal Ketua PTUN yang bersangkutan. g) Dasar gugatan atau hal yang diminta untuk diputus dalam perlawanan adalah menjelaskan mengenai mengapa Penetapan Dismissal Ketua dianggap tidak tepat menurut Pelawan, disertai tuntutan agar Penetapan Dismissal Ketua dinyatakan tidak berdasar. h) Jika diperlukan dalam gugatan perlawanan, Pelawan sendiri diminta hadir dalam persidangan untuk didengar oleh Majelis perlawanan. i) Gugatan perlawanan ditandatangani oleh Pelawan dan Kuasanya. j) Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan oleh Majelis Hakim perlawanan adalah : 1) Tepat tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar. 2) Dengan demikian yang diuji adalah tepat tidaknya penggunaan salah satu atau lebih alasan yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf e UU PERATUN yang digunakan sebagai dasar untuk mendismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN dengan menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar. k) 11. Dalam hal Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan dibenarkan oleh Majelis Hakim Perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka putusannya harus disusun dalam bentuk yang mengacu ketentuan Pasal 109, yaitu memuat : • Kepala Putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. • Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman atau Tempat Kedudukan para pihak yang bersengketa. • Pertimbangan dan penilaian Ketua Pengadilan atau Majelis yang memutusnya. l) Alasan hukum yang menjadi dasar putusan. m) Amar putusan tentang sengketa yang bersangkutan. n) Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka kepada Panitera diperintahkan agar salinan putusan dikirimkan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan. o) Akibat hukum apabila Penetapan Dismissal Ketua dibenarkan atau menurut pendapat Majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak berdasar atau tidak dapat diterima, maka terhadap putusan Majelis perlawanan yang dilakukan dengan acara singkat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum (vide Pasal 62 ayat 6). Akibatnya terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap seperti putusan akhir terhadap pokok perkaranya. Apabila perkara sudah diutus dan para pihak kurang puas dengan apa yang ditetapkan oleh ketua, para pihak bisa mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah diucapkannya penetapan. Dalam acara ini ditentukan tenggang waktu pemeriksaan tidak boleh melebihi 28 hari dan masing-masing diberikan tenggang waktu maksimal 14 hari untuk menyampaikan jawaban dan pembuktian. Jarak waktu panggilan dengan waktu sidang dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari. Dan terhadap putusan perlawanan tersebut tidak tersedia upaya hukum lain kecuali diajukan dalam bentuk gugatan baru. Gugatan baru tersebuthanya dapat diajukan dalam sisa waktu sebagaimana ketentuan pasal 55 .perhitungan tenggang waktu berhenti ditunda (dischort) pada waktu gugatan didaftarkan di kepanitraan pengadilan administrasi yang berwenang. D. KESIMPULAN Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa proses dismissal yaitu proses menyaring perkara yang masuk untuk menentukan apakah suatu gugatan padat dilanjutkan dalam proses persidangan atau ditolak. Tentang proses dismissal diatur dalam padal 62 ayat 1 sampai ayat 3. terhadap putusan perlawanan tersebut tidak tersedia upaya hukum lain kecuali diajukan dalam bentuk gugatan baru. Gugatan baru tersebuthanya dapat diajukan dalam sisa waktu sebagaimana ketentuan pasal 55 .perhitungan tenggang waktu berhenti ditunda (dischort) pada waktu gugatan didaftarkan di kepanitraan pengadilan administrasi yang berwenang. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang RI NO. 5 tahun 1986 tentang PTUN Marbun. Peradilan administrasi negara dan upaya administratif di indonesia. Yogyakarta : Liberti. 1997 Marbun. Peradilan administrasi negara dan upaya administratif di indonesia. Yogyakarta : UII Press. 2003 Mangkoedilaga,benjamin. Lembaga perdialan tata usaha negara. Bandung : Angkasa.1988 Lampung.tribunnews.com/m akses 2 Januar 2012. Jam: 05.12 Kadar Slamet, SH., M.Hum, proses dismisal dan upaya hukum perlawanan. http://cakimptun4.wordpress.com/artikel/proses-dismissal-dan-upaya-hukum-perlawanan/, akses 5 Januari 2012

0 komentar:

Posting Komentar