BAB I
PENDAHULUAN
Pengenalan terhadap Al-Qur’an mencakup komponen,
(a) sejarah Al-Quran, (b) rasm Al-Quran, (c) i'jaz Al-Quran, (d) munasabat
Al-Quran, (e) qishash Al-Quran, (f) jadal Al-Quran, (g) aqsam
Al-Quran,(h) amtsal Al-Quran, (i) naskh dan mansukh, (j) muhkam
dan mutasyabih, dan (k) al qira'ah. [1] Jadal atau debat merupakan salah satu tema tertentu dalam pembahasan
dalam ilmu al-Qur’an. Secara naluri memang setiap seseorang mempunyai akal dan
pemikiran yang berbeda-beda, sehingga menjadikan antara mereka saling
mengutarakan dan mengungkapkan pemahaman mereka tentang sesuatu. Maka jika apa
yang disampaikannya berbeda dengan yang lain maka terjadilah perdebatan. Begitu
juga pada zaman Rasulullah SAW yang mana beliau menghadapi orang-orang Arab
yang mempunyai karakter yang keras, sehingga jika Nabi menyampaikan wahyunya
sering ditentang oleh masyarakat Arab bahkan mendustakannya.Orang Arab terkenal
dengan ahli bahasa dan syair yang bagus, tapi ketika menghadapi Al-Qur’an yang
lebih tinggi dan indah bahasanya sehingga mereka tidak dapat menandinginya
sedikitpun.
Debat atau jadal yang akan dibahas dimakalah ini
bukan perdebatan ahli tafsir.[2] Karena dalam makalah ini
akan memfokuskan pembahasan debat atau jadal dalam al-Qur’an. Tulisan ini, akan mencoba melihat permasalahan
di sekitar Jadal al-Qur`ân tersebut, meliputi: pengertian Jadal,
macam dan dan metodenya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Debat dalam Al-Qur’an
Dalam bahasa Indonesia, Jadal dapat dipadankan dengan debat.
Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal
dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.[3] Secara
bahasa jadal berasal dari kata جَدَلَ-يَجْدُلُ – جُدُوْلًا
yang artinya صَلُبَ وَ قَوِيَ atau dalam arti lain الحَبًّ : قَوِيَ فِى سنبله.
[4]
Adapun secara istilah Jadal dan
Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk
mengalahkan lawan Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ فَتْلَهُ (aku kokohkan jalinan
tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya
masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[5] Maksudnya, al-Qur'an berbicara
mengenai segala macam dalil dan pembuktian, tetapi atas dasar metode Arab,
bukan berdasarkan cara-cara para ahli ilmu Kalam.[6] Allah telah menyebut jadal dalam al-qur’an sebagai
suatu tabiat manusia dalam firman-Nya: `[7]
54. dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia
dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang
paling banyak membantah.
Mengapa manusia bisa dan suka atau banyak membantah? Menurut
analisis Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an bahwa :
Karena
setiap sesuatu di alam semesta ini bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum
yang telah ditentukan kepadanya – secara otomatis mentaati perintah
Allah – maka keseluruhan alam semesta ini adalah muslim atau tunduk
kepada kehendak Allah. Manusia adalah satu-satunya ciptaan Allah yang
memiliki kebebasan untuk mentaati atau mengingkari (membantah
perintah-Nya). [8]
Rasulullah diperintahkan agar berdebat dengan kaum
musrikin dengan cara yang baik yang dapat meredam kebengisan mereka. Firman
Allah [9]
125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Berbagai upaya dalam membantah kebenaran
al-Qur`ân, dilakukan manusia sejak masa
turunnya, namun selalu kandas. Sebab bantahan al-Qur`ân selalu lebih kuat. Kekuatan bantahan
al-Qur`ân ini, antara lain adalah dalam
kedudukan uslub bahasa nya yang
juga bermuatan mu’jizat.
Disamping itu Allah memperbolehkan
juga ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara baik. Firman
Allah: [10]
46. dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik,
Munazharah yang dimaksud untuk
menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang
benarnya apa yang diterangkan itu, itulah yang dipergunakan al-Qur’an dalam
memberi petunjuk kepadaorang kafir dan mematahkan keterangan-keterangan orang
yang menentang al-Qur’an.[11]
$tBur ã@ÅöçR tûüÎ=yößJø9$# wÎ) tûïÎÅe³u;ãB tûïÍÉYãBur 4 ãAÏ»pgäur tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qàÒÏmôãÏ9 ÏmÎ/ ¨,ptø:$# ( (#ÿräsªB$#ur ÓÉL»t#uä !$tBur (#râÉRé& #Yrâèd ÇÎÏÈ [12]
dan tidaklah Kami mengutus Rasul-rasul
hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi
orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka
dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan
peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
Berbagai batasan pengertian tentang Jadal
dirumuskan para ulama, namun pada dasarnya mengacu pada perdebatan serta usaha
menunjukkan kebenaran atau membela kebenaran yang ditujunya dengan berbagai
macam argumentasi. Dari definisi-definisi yang ada bila hendak dibuatkan rambu-rambu,
maka itu antara lain adalah (1) Hendaknya dengan jalan yang dapat diterima atau
terpuji, (2) Diniati untuk mendapat dalil/argumen yang lebih kuat, (3) Untuk
menunjukkan aliran/mazhab serta kebenarannya.
B. Metode Dan Macam-Macam Debat
Sebelum menjelaskan
metode al-Qur’an dalam perdebatan, akan di jelaskan terlebih dahulu cara
yang disuruh oleh Rasulullah dalam berdebat Dengan demikian jelaslah bahwa
Allah membolehkan(menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara
yang baik, yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar itu,
Sedangkan metode-metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah:
1.
Al ta’rifat
Allah SWT secara
langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud
dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka
dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan
mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
2.
Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini
Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya.
Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan
jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini
dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab
dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.
Al tajzi’at
Dengan prosedur
ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis
yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan
danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk
sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal
seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.
Qiyas al khalaf
Dalam
bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur
ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan
atau berlawanan.
5.
Al tamsil
Allah
mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan
agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu
lebih melekat di sanubari lawan. Seperti firman Allah
dalm surat Al-baqarah ayat 259.
6.
Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah
satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya.
Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh
orang-orang kafir.
menjelaskan bahwa metode atau cara-cara yang digunakan
al qur’an dalam berdebat adalah:
a) Allah
menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi akidah.
Seperti firman Allah dalam suratAl-baqarah:21-22
b) Menantang
para penentang dengan cara:
1) Menetapkan
pembicaraan dengan jalan istifham
2) Mengemukakan
dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat kembali
3) Membatalkan
tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap melawannya
4) Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat, membatalkan,
dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman Allah
dalam surat Al-an’am:143-144
5) Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan
yang diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Sedangkan
menurut imam As-Suyuthi, metode al-Qur’an dalam mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang
Arab, bukan mengikuti ahli filsafat [13]
Qur’an al-karim dalam berdebat dengan
para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang
dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli.[14] Al-qur’an tidak
melakukan cara yang ditempuh oleh para mutakalimin yang memerlukan adanya
mukaddimah dan natijah sebagi yang telah diterangkan dalam ilmu mantiq. Yaitu
mengambil dalil dengan sesuatu kully terhadap juz’i dalam qiyas Syumul, mengambil dalil
dengan salah satu juz’i terhadap yang lain pada qiyas tamtsil atau mengambil
dalil dengan juz’y terhadap kully pada qiyas istighra’.[15]
1.
Qur’an
datang dalam bahasa Arab dan menyeru mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
2.
Bersandar
pada fitrah jiwa, yang percaya pada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa
perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam beristidlal adalahlebih kuat
pengaruhnya dan lebih efektif hujjahnya.
3.
meninggalkan
pembicaraan yang jelas, dan mempergunakan tutur kata yang jlimet dan pelik,
merupakan kerancuan dan teka-teki, karena hanya dapat dimengerti oleh
kalangan ahli.[16]
Secara umum, Jadal al-Qur`ân dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori.
1.
Jadal yang terpuji (al
Jadal al Mamduh) adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlash dan
murni dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebaikan dan
kebenaran. Ulama membolehkan debat dengan maksud untuk menjelaskan syari’at dan
membuktikan kesahalan lawan dengan alasan-alasan dan pembuktian yang benar,
tentunya dengan cara yang baik
2.
Jadal yang
tercela (al Jadal al Mazdmum), adalah setiap debat yang menonjolkan
kebathilan atau dukungan atas kebathilan itu. Tentang tercelanya debat yang
bathil ini banyak dasarnya dari Al Kitab maupun al Sunnah dan pendapat kaum
Salaf.
Macam-macam jadal dalam Mabahis fi
Ulumil Qur’an ada dua yaitu,
1.
Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah
melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan
dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyahnya dan keimanan
kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, Rasul-Rasulnya dan hari kemudian.
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# $V©ºtÏù uä!$yJ¡¡9$#ur [ä!$oYÎ/ tAtRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 ( xsù (#qè=yèøgrB ¬! #Y#yRr& öNçFRr&ur cqßJn=÷ès? [17]ÇËËÈ
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit,
lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Padahal kamu mengetahui.
2.
Membantah pendapat para penantang dan lawan serta
mematahkan argumentasi mereka.
Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:
a)
Membungkam
lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan
diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti
penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya Khalik.
b)
mengambil
dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menciptakan ma’ad (hari
kebangkitan).
c)
Menghimpun
dan memerinci yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah
illat,alasan hukum.[18] Seperti firman-Nya:
spuÏZ»yJrO 8lºurør&
(
ÆÏiB Èbù'Ò9$# Èû÷üuZøO$# ÆÏBur Ì÷èyJø9$# Èû÷üuZøO$#
3
ö@è%
Èûøït2©%!!#uä tP§ym
ÏQr&
Èû÷üus[RW{$#
$¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör&
Èû÷üus[RW{$#
(
ÎTqä«Îm7tR AOù=ÏèÎ/ bÎ) óOçGZà2 tûüÏ%Ï»|¹
ÇÊÍÌÈ z`ÏBur
È@Î/M}$# Èû÷üuZøO$#
ÆÏBur Ìs)t7ø9$# Èû÷üuZøO$#
3
ö@è%
Èûøït2©%!!#uä tP§ym
ÏQr&
Èû÷üusVRW{$#
$¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör&
Èû÷üusVRW{$#
(
÷Pr&
óOçGYà2
uä!#ypkà
øÎ)
ãNà68¢¹ur ª!$# #x»ygÎ/ 4
ô`yJsù ÞOn=øßr& Ç`£JÏB
3utIøù$#
n?tã «!$#
$\/É2
¨@ÅÒãÏj9 }¨$¨Z9$# ÎötóÎ/ AOù=Ïæ
3
¨bÎ)
©!$#
w Ïöku
tPöqs)ø9$#
úüÏJÎ=»©à9$#
ÇÊÍÍÈ
143. (yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang
domba, sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang
diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua
betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu
memang orang-orang yang benar,
144. dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu.
Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang
betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan
di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada
orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
d)
Membatalkan
pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikannya. Firman Allah
$tBur (#râys% ©!$# ¨,ym
ÿ¾ÍnÍôs%
øÎ)
(#qä9$s% !$tB
tAtRr&
ª!$#
4n?tã 9|³o0
`ÏiB
&äóÓx« 3 ö@è%
ô`tB
tAtRr&
|=»tGÅ3ø9$# Ï%©!$#
uä!%y` ¾ÏmÎ/ 4ÓyqãB #YqçR Yèdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ( ¼çmtRqè=yèøgrB }§ÏÛ#ts%
$pktXrßö6è? tbqàÿøéBur #ZÏWx. ( OçFôJÏk=ãæur $¨B
óOs9
(#þqçHs>÷ès? óOçFRr& Iwur
öNä.ät!$t/#uä
(
È@è%
ª!$#
(
¢OèO
öNèdös Îû öNÍkÅÎöqyz tbqç7yèù=t ÇÒÊÈ [19]
91. dan mereka tidak menghormati Allah dengan
penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak
menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang
menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk
bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan
sebahagian besarnya, Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan
bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah
(yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada
mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya
e)
Membungkam
lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang
dikeukakannya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapa pun.
وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ
الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ ۖ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۚ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ
بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ
صَاحِبَةٌ ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم[20]
dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu
bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka
membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuanMaha suci Allah dan Maha Tinggi
dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia
Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia mempunyai anak Padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala
sesuatu
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah tidak mempunyai anak,
hal ini karena proses kelahiran anak tidak mungkin terjadi dari sesuatu yang
satu. Proses tersebut hanya bisa terjadi dari dua pribadi. Padahal Allah tidak
mempunyai istri. Di samping itu Dia menciptakan segala sesuatu dan
penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu ini sungguh kontradiktif bila dinyatakan
bahwa Dia melahirkan sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, dan
pengetahuan-Nya ini membawa konklusi pasti bahwa Dia berbuat atas dasar
kehendakNya sendiri. Perasaan pun dapat membedakan antara yang berbuat menurut
kehendak sendiri dengan yang berbuat karena hukum alam. Dengan kemahatahuanNya
akan segala sesuatu itu, maka mustahil jika Dia sama dengan benda-benda
fisik alami yang melahirkan sesuatu tanpa disadari, seperti panas dan
dingin. Dengan demikian maka tidak benar menisbahkan anak kepada-Nya.[21]
BAB III
PENUTUP
Jadal
adalah debat, dialog antar dua pihak dengan kehendak untuk menang melalui
alasan dan argumentasi. Jadal al-Qur`ân ialah pengungkapan bukti-bukti
dan dalil-dalil dengan tujuan untuk mengalahkan orang kafir dan para penantang
sekaligus untuk menegakkan aqidah dan syari’ah, melalui pembuktian atas
kebenaran yang dapat diterima oleh nurani manusia.
Demikianlah makalah ini disusun dengan harapan bermanfaat
bagi khalayak banyak. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
petunjuk dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Demi
kesempurnaan makalah selanjutnya, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami
harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997.
Abdullah Saeed, Intrepreting The Al-Qur’an,
t.k.: Routletge, 2006.
Alif Fikri, Kompilasi Artikel AL-Qur’an,
t.k.: Maktabah Jamal Al-Qur’an,2010.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi kedua, Cet. III.
Fazlur Rahman, “Major Themes of the Qur’an”,
terj. Anas Mahyuddin, Tema Pokok al-Qur`ân, Cet. I,Bandung: Pustaa,
1983
M Quraish Shihab, MembumikanAl-Qur’an, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2014.
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an, (Bogor: Pustaka Lentera, 2009.
As-Suyuthi, Apa Itu Al Qur’an, Jakarta: Gema
Insani Press,1996
0 komentar:
Posting Komentar