About Template

Jumat, 10 Maret 2017



BAB I
PENDAHULUAN
Pengenalan terhadap Al-Qur’an mencakup komponen, (a) sejarah Al-Quran, (b) rasm Al-Quran, (c) i'jaz Al-Quran, (d) munasabat Al-Quran, (e) qishash Al-Quran, (f) jadal Al-Quran, (g) aqsam Al-Quran,(h) amtsal Al-Quran, (i) naskh dan mansukh, (j) muhkam dan mutasyabih, dan (k) al qira'ah. [1] Jadal atau debat merupakan  salah satu tema tertentu dalam pembahasan dalam ilmu al-Qur’an. Secara naluri memang setiap seseorang mempunyai akal dan pemikiran yang berbeda-beda, sehingga menjadikan antara mereka saling mengutarakan dan mengungkapkan pemahaman mereka tentang sesuatu. Maka jika apa yang disampaikannya berbeda dengan yang lain maka terjadilah perdebatan. Begitu juga pada zaman Rasulullah SAW yang mana beliau menghadapi orang-orang Arab yang mempunyai karakter yang keras, sehingga jika Nabi menyampaikan wahyunya sering ditentang oleh masyarakat Arab bahkan mendustakannya.Orang Arab terkenal dengan ahli bahasa dan syair yang bagus, tapi ketika menghadapi Al-Qur’an yang lebih tinggi dan indah bahasanya sehingga mereka tidak dapat menandinginya sedikitpun.
Debat atau jadal yang akan dibahas dimakalah ini bukan perdebatan ahli tafsir.[2] Karena dalam makalah ini akan memfokuskan pembahasan debat atau jadal dalam al-Qur’an. Tulisan ini, akan mencoba melihat permasalahan di sekitar Jadal al-Qur`ân tersebut, meliputi: pengertian Jadal, macam dan dan metodenya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.                          Pengertian Debat dalam Al-Qur’an
            Dalam bahasa Indonesia,  Jadal dapat dipadankan dengan debat. Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing.[3]  Secara bahasa jadal berasal dari kata جَدَلَ-يَجْدُلُجُدُوْلًا yang artinya صَلُبَ وَ قَوِيَ atau dalam arti lain الحَبًّ : قَوِيَ فِى سنبله. [4]
            Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan Pengertian ini berasal dari kata جَدَلْتُ الحَبْل yakni اَحْكَمْتُ فَتْلَهُ (aku kokohkan jalinan tali itu), mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.[5] Maksudnya, al-Qur'an berbicara mengenai segala macam dalil dan pembuktian, tetapi atas dasar metode Arab, bukan berdasarkan cara-cara para ahli ilmu Kalam.[6] Allah telah menyebut jadal dalam al-qur’an sebagai suatu tabiat manusia dalam firman-Nya: `[7] 
54. dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
Mengapa manusia bisa dan suka atau banyak membantah? Menurut analisis Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur’an bahwa :

            Karena setiap sesuatu di alam semesta ini bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukan kepadanya – secara otomatis mentaati perintah Allah – maka keseluruhan alam semesta ini adalah muslim atau tunduk kepada kehendak Allah. Manusia adalah satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki kebebasan untuk mentaati atau mengingkari (membantah perintah-Nya). [8]
Rasulullah diperintahkan agar berdebat dengan kaum musrikin dengan cara yang baik yang dapat meredam kebengisan mereka. Firman Allah   [9]
125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Berbagai upaya dalam membantah kebenaran al-Qur`ân,  dilakukan manusia sejak masa turunnya, namun selalu kandas. Sebab bantahan al-Qur`ân selalu  lebih kuat. Kekuatan bantahan al-Qur`ân ini,  antara lain adalah dalam kedudukan uslub bahasa nya  yang juga bermuatan mu’jizat.
Disamping itu Allah memperbolehkan juga ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli kitab dengan cara baik. Firman Allah: [10] 
46. dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik,
Munazharah yang dimaksud untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu, itulah yang dipergunakan al-Qur’an dalam memberi petunjuk kepadaorang kafir dan mematahkan keterangan-keterangan orang yang menentang al-Qur’an.[11]   
$tBur ã@ÅöçR tûüÎ=yößJø9$# žwÎ) tûïÎŽÅe³u;ãB tûïÍÉYãBur 4 ãAÏ»pgäur tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qàÒÏmôãÏ9 ÏmÎ/ ¨,ptø:$# ( (#ÿräsƒªB$#ur ÓÉL»tƒ#uä !$tBur (#râÉRé& #Yrâèd ÇÎÏÈ [12] 
dan tidaklah Kami mengutus Rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyap kan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan- peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.
Berbagai batasan pengertian tentang Jadal dirumuskan para ulama, namun pada dasarnya mengacu pada perdebatan serta usaha menunjukkan kebenaran atau membela kebenaran yang ditujunya dengan berbagai macam argumentasi. Dari definisi-definisi yang ada bila hendak dibuatkan rambu-rambu, maka itu antara lain adalah (1) Hendaknya dengan jalan yang dapat diterima atau terpuji, (2) Diniati untuk mendapat dalil/argumen yang lebih kuat, (3) Untuk menunjukkan aliran/mazhab serta kebenarannya.
B.  Metode  Dan Macam-Macam Debat
Sebelum menjelaskan metode al-Qur’an dalam perdebatan, akan di jelaskan terlebih dahulu cara yang disuruh oleh Rasulullah dalam berdebat Dengan demikian jelaslah bahwa Allah membolehkan(menyuruh) mendebat orang musyrik dan ahli kitab dengan cara yang baik, yang dapat melemahkan pikiran dan sikap mereka yang kasar itu, Sedangkan metode-metode Al-Qur’an dalam berdebat adalah:
1.    Al ta’rifat
Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud dan kemahakuasaan-Nya. Karena Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.
2.    Al istifham al taqriri
Dalam bentuk ini Allah mengajukan pertanyaan langsung dengan penetapan jawaban atasnya. Pertanyaan tentang hal yang sudah nyata diangkat lagi lalu disertai dengan jawaban yang merupakan penetapan atas kebenaran yang sudah pasti.
Prosedur ini dipandang oleh para ahli ulum al qur’an sebagai cara yang ampuh sekali. Sebab dapat membatalkan argumen atau jidal para pembantah.
3.    Al tajzi’at
Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah:
4.    Qiyas al khalaf
Dalam bahasa indonesia ini disebut dengan analogi terbalik. Dengan prosedur ini kebenaran ditetapkan dengan membatalkan pendapat lawan yang berkebalikan atau berlawanan.
5.    Al tamsil
Allah mengungkapakan perumpamaan bagi suatu hal. Dengan perumpamaan itu dimaksudkan agar suatu kebenaran dapat dipahami secara lebih tepat dan lebih mudah, lalu lebih melekat di sanubari lawan. Seperti firman Allah dalm surat Al-baqarah ayat 259.
6.     Al muqabalat
Al muqabalat adalah mempertentangkan dua hal yang salah satunya memiliki efek yang jauh lebih besar dibanding dengan yang lainnya. Seperti mempertentangkan antara Allah SWT dengan berhala yang disembah oleh orang-orang kafir.
menjelaskan bahwa metode atau cara-cara yang digunakan al qur’an dalam berdebat adalah:
a) Allah menyebutkan ayat-ayat kauniyah agar dijadikan dalil bagi sendi-sendi akidah. Seperti firman Allah dalam suratAl-baqarah:21-22
b) Menantang para penentang dengan cara:
1) Menetapkan pembicaraan dengan jalan istifham
2) Mengemukakan dalil-dalil bahwa Allah adalah tempat kembali
3) Membatalkan tuduhan lawan dalam bersengketa dan tetap melawannya
4) Sabru dan taqsim, yaitu mempersempit sifat-sifat, membatalkan, dan menjadikan yang satu sebab bagi yang lain. Sepaerti firman Allah dalam surat Al-an’am:143-144
5) Mengalahkan lawan dengan cara menjelaskan bahwa tuduhan yang diajukannya itu tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Sedangkan menurut imam As-Suyuthi, metode al-Qur’an dalam mendebat adalah mengikuti kebiasaan orang Arab, bukan mengikuti ahli filsafat [13]
Qur’an al-karim dalam berdebat dengan para penentangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli.[14] Al-qur’an tidak melakukan cara yang ditempuh oleh para mutakalimin yang memerlukan adanya mukaddimah dan natijah sebagi yang telah diterangkan dalam ilmu mantiq. Yaitu mengambil dalil dengan sesuatu kully terhadap  juz’i dalam qiyas Syumul, mengambil dalil dengan salah satu juz’i terhadap yang lain pada qiyas tamtsil atau mengambil dalil dengan juz’y terhadap kully pada qiyas istighra’.[15]
1.        Qur’an datang dalam bahasa Arab dan menyeru mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.
2.        Bersandar pada fitrah jiwa, yang percaya pada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam beristidlal adalahlebih kuat pengaruhnya dan lebih efektif hujjahnya.
3.        meninggalkan pembicaraan yang jelas, dan mempergunakan tutur kata yang jlimet dan pelik, merupakan kerancuan dan teka-teki, karena hanya dapat dimengerti  oleh kalangan ahli.[16]
Secara umum, Jadal al-Qur`ân dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori.
1.              Jadal yang terpuji (al Jadal al Mamduh) adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlash dan murni dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebaikan dan kebenaran. Ulama membolehkan debat dengan maksud untuk menjelaskan syari’at dan membuktikan kesahalan lawan dengan alasan-alasan dan pembuktian yang benar, tentunya dengan cara yang baik
2.             Jadal yang tercela (al Jadal al Mazdmum), adalah setiap debat yang menonjolkan kebathilan atau dukungan atas kebathilan itu. Tentang tercelanya debat yang bathil ini banyak dasarnya dari Al Kitab maupun al Sunnah dan pendapat kaum Salaf.
Macam-macam jadal dalam Mabahis fi Ulumil Qur’an ada dua yaitu,
1.        Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyahnya dan keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, Rasul-Rasulnya dan hari kemudian.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3­/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇËÊÈ   Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# $V©ºtÏù uä!$yJ¡¡9$#ur [ä!$oYÎ/ tAtRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 ( Ÿxsù (#qè=yèøgrB ¬! #YŠ#yRr& öNçFRr&ur šcqßJn=÷ès? [17]ÇËËÈ  
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Padahal kamu mengetahui.
2.        Membantah pendapat para penantang dan lawan serta mematahkan argumentasi mereka.
Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:
a)    Membungkam lawan bicara dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang telah diakui dan diterima baik oleh akal, agar ia mengakui apa yang tadinya diingkari, seperti penggunaan dalil dengan makhluk untuk menetapkan adanya Khalik.
b)   mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menciptakan ma’ad (hari kebangkitan).
c)    Menghimpun dan memerinci yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan  bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah illat,alasan hukum.[18] Seperti firman-Nya:
spuŠÏZ»yJrO 8lºurør& ( šÆÏiB Èbù'žÒ9$# Èû÷üuZøO$# šÆÏBur Ì÷èyJø9$# Èû÷üuZøO$# 3 ö@è% ÈûøïtŸ2©%!!#uä tP§ym ÏQr& Èû÷üuŠs[RW{$# $¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör& Èû÷üuŠs[RW{$# ( ÎTqä«Îm7tR AOù=ÏèÎ/ bÎ) óOçGZà2 tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÍÌÈ   z`ÏBur È@Î/M}$# Èû÷üuZøO$# šÆÏBur ̍s)t7ø9$# Èû÷üuZøO$# 3 ö@è% ÈûøïtŸ2©%!!#uä tP§ym ÏQr& Èû÷üusVRW{$# $¨Br& ôMn=yJtGô©$# Ïmøn=tã ãP%tnör& Èû÷üusVRW{$# ( ÷Pr& óOçGYà2 uä!#ypkà­ øŒÎ) ãNà68¢¹ur ª!$# #x»ygÎ/ 4 ô`yJsù ÞOn=øßr& Ç`£JÏB 3uŽtIøù$# n?tã «!$# $\/ÉŸ2 ¨@ÅÒãÏj9 }¨$¨Z9$# ÎŽötóÎ/ AOù=Ïæ 3 ¨bÎ) ©!$# Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÍÍÈ    
143. (yaitu) delapan binatang yang berpasangan, sepasang domba, sepasang dari kambing. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan Allah ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya?" Terangkanlah kepadaku dengan berdasar pengetahuan jika kamu memang orang-orang yang benar,
144. dan sepasang dari unta dan sepasang dari lembu. Katakanlah: "Apakah dua yang jantan yang diharamkan ataukah dua yang betina, ataukah yang ada dalam kandungan dua betinanya? Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan ini bagimu? Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?" Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
d)   Membatalkan pendapat lawan dengan membuktikan (kebenaran) kebalikannya. Firman Allah
$tBur (#râys% ©!$# ¨,ym ÿ¾ÍnÍôs% øŒÎ) (#qä9$s% !$tB tAtRr& ª!$# 4n?tã 9Ž|³o0 `ÏiB &äóÓx« 3 ö@è% ô`tB tAtRr& |=»tGÅ3ø9$# Ï%©!$# uä!%y` ¾ÏmÎ/ 4ÓyqãB #YqçR Yèdur Ĩ$¨Y=Ïj9 ( ¼çmtRqè=yèøgrB }§ŠÏÛ#ts% $pktXrßö6è? tbqàÿøƒéBur #ZŽÏWx. ( OçFôJÏk=ãæur $¨B óOs9 (#þqçHs>÷ès? óOçFRr& Iwur öNä.ät!$t/#uä ( È@è% ª!$# ( ¢OèO öNèdösŒ Îû öNÍkÅÎöqyz tbqç7yèù=tƒ ÇÒÊÈ   [19]
91. dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia". Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya
e)    Membungkam lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikeukakannya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapa pun.
وَجَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ ۖ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يَصِفُونَ
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُن لَّهُ صَاحِبَةٌ ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم[20]
dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuanMaha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia mempunyai anak Padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah tidak mempunyai anak, hal ini karena proses kelahiran anak tidak mungkin terjadi dari sesuatu yang satu. Proses tersebut hanya bisa terjadi dari dua pribadi. Padahal Allah tidak mempunyai istri. Di samping itu Dia menciptakan segala sesuatu dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu ini sungguh kontradiktif bila dinyatakan bahwa Dia melahirkan sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, dan pengetahuan-Nya ini membawa konklusi pasti bahwa Dia berbuat atas dasar kehendakNya sendiri. Perasaan pun dapat membedakan antara yang berbuat menurut kehendak sendiri dengan yang berbuat karena hukum alam. Dengan kemahatahuanNya akan segala sesuatu itu, maka mustahil jika Dia sama dengan benda-benda fisik  alami yang melahirkan sesuatu tanpa disadari, seperti panas dan dingin. Dengan demikian maka tidak benar menisbahkan anak kepada-Nya.[21]






BAB III
PENUTUP
Jadal adalah debat, dialog antar dua pihak dengan kehendak untuk menang melalui alasan dan argumentasi. Jadal al-Qur`ân ialah pengungkapan bukti-bukti dan dalil-dalil dengan tujuan untuk mengalahkan orang kafir dan para penantang sekaligus untuk menegakkan aqidah dan syari’ah, melalui pembuktian atas kebenaran yang dapat diterima oleh nurani manusia.
Demikianlah makalah ini disusun dengan harapan bermanfaat bagi khalayak banyak. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Demi kesempurnaan makalah selanjutnya, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan.












DAFTAR PUSTAKA
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,  1997.
Abdullah Saeed, Intrepreting The Al-Qur’an, t.k.: Routletge, 2006.
Alif Fikri, Kompilasi Artikel AL-Qur’an, t.k.: Maktabah Jamal Al-Qur’an,2010.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Cet. III.
Fazlur Rahman, “Major Themes of the Qur’an, terj. Anas Mahyuddin, Tema Pokok al-Qur`ân, Cet. I,Bandung: Pustaa, 1983
M Quraish Shihab, MembumikanAl-Qur’an, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2014.
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Lentera, 2009.
As-Suyuthi, Apa Itu Al Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press,1996

BY: UMI SALAMAH SHODIQ: 085701004697

[

0 komentar:

Posting Komentar