About Template

Minggu, 19 Oktober 2014


TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA PERCERAIAN DENGAN KUMULASI ALASAN DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA (STUDI PERKARA NOMOR: 23/PDT.G/2009/PA/YK)
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan batin antara wanita dan pria yang punya tujuan membentuk keluarga yang bahagia sejahtera berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan ikatan suci yang terkait dengan keyakinan kepada Allah. Dengan demikian perkawinan harus dijaga dengan baik agar apa yang menjadi tujuan dari perkawinan dalam Islam yakni mewujudkan keluarga sejahtera sehingga melahirkan ketentraman dan kebahagian hidup. Sebagaimana firman Allah swt:
ومن أياته ان خلق لكم من انفسكم أزواجا لتسكنوا اليها وجعلكم مودت ورحمة ان فى ذلك لأيات لقوم يتفكرون
Salah satu prinsip perkawinan yaitu adalah menguatkan ikatan perkawinan agar berlangsung selama-lamanya karena perkawinan tidak hanya perbuatan perdata semata tetapi ikatan suci (mis#aqan galid{a) yang berkaitan dan keimanan kepada Allah . Hal ini termaktub dalam firman Allah swt:
وأخدن منكم ميثقا غليظا
Oleh karena itu, segala usaha harus dilakukan agar persekutuan itu dapat terus berkelanjutan. Akan tetapi jika semua harapan dan kasih sayang telah musnah dan perkawinan menjadi sesuatu yang membahayakan sasaran hukum untuk kepentingan mereka yaitu boleh melakukan perceraian.
Perceraian saat ini bisa terjadi karena adanya perubahan nilai-nilai sosial yang sedang terjadi di tengah masyarakat Indonesia. Pada dasarnya terjadinya perceraian tidak terlepas dari berbagai faktor penyebab yang mempengaruhi ikatan perkawinan. Berbagai sebab yang menjadi alasan seorang istri yang mengugat cerai suaminya adakalanya faktor eksternal dan faktor internal. Salah satunya mandirinya perempuan sehingga tinggi tingkat gugat cerai saat ini.
Perceraian dapat diterima dan dilakukan di Peradilan Agama apabila sudah memenuhi alasan yang dibenarkan oleh hukum maupun pertimbangan hakim. Perceraian tidak dapat dilakukan dengan jalan mufakat saja, hal ini sesuai dengan pendapat Subekti bahwa Undang-Undang tidak membolehkan perceraian dengan permufakatan saja antara suami dan istri, tetapi harus ada alasan yang sah.
Perceraian menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan harus cukup alasan seperti yang disebutkan dalam pasal 39 ayat (2), hal ini lebih lanjut diterapkan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan dari UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, selainn itu juga disebutkan dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 116, yang dalam keduanya sama-sama menyebutkan alasan perceraian dari huruf a sampai huruf f, kecuali tambahan dua huruf g dan h dalam KHI, alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,pemadat,penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan yang berat yang membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam KHI terdapat tambahan dua huruf tentang alasan perceraian, sebagai berikut:
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Dengan menganalisa Pasal-Pasal di atas jika seseorang sudah menemukan alasan yang tepat untuk mengajukan gugatan maka terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara pengajuan gugatan. Dalam hukum acara perdata dikenal dua teori tentang cara menyusun gugatan kepada pengadilan yaitu (1) substantiering theorie, yaitu suatu gugatan selain menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum tersebut. Bagi istri yang menggugat cerai suaminya tidaklah cukup hanya menyebutkan alasan perceraian tetapi juga harus menyebutkan awal mula perkawinan. Seperti kapan perkawinan dilakukan, status ketika kawin dan lainya. (2) Individualiserings Theorie, teori ini menyatakan bahwa dalam gugatan cukup disebut peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata mendahului dan sebab timbulnya kejadian-kejadian tersebut.
Dalam perkara No.23/Pdt.G/2009/PA.Yk kasus ini sang istri mengajukan gugatan dengan penggabungan alasan perceraian atau kumulasi alasan perceraian. Istri sebagai pihak penggugat tidak akan diterima gugatannya jika mengajukan gugatan karena alasan dirinya selingkuh seperti yang terjadi pada perkara no. 23/ PDT.G/2009/PA-Yk, karena apabila pihak yang mengajukan perceraian adalah pihak yang salah, maka gugatan perceraian tersebut akan ditolak di Peradilan Agama. Karena berdasarkan prinsip yang ada seorang yang berbuat salah tidak boleh mengajukan gugatan. Namun dalam perkara yang diambil dalam penelitian ini, penggugat dalam mengajukan perkara alasan perceraianya bukan karena penggugat selingkuh tetapi karena alasan alasan lain yang bisa diterima seperti alasan adanya perselisihan karena suami bersikap kasar, suami tidak perduli pada istri dan lainya. pada akhirnya gugatan perceraian dapat dikabulkan oleh hakim. Oleh karena itu, demi memahami dasar hukum putusan hakim terhadap perkara ini baik dari hukum Islam maupun perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta mengetahui bagaimana proses pembuktian perceraian dengan kumulasi alasan dan untuk mngetahui bagaiaman pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat karena dengan kumulasi alasan, penelitian ini mengangkat judul “Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Perceraian Dengan Kumulasi Alasan Di Pengadilan Agama Yogyakarta (Studi Perkara Nomor: 23/PDT.G/PA/YK) yang akan dipaparkan dan dianalisis dalam skripsi ini.
Penyusun mengambil tempat Pengadilan Agama Yogyakarta sebagai lokasi penelitian, dikarenakan pengadilan agama Yogyakarta yang berkompeten untuk melakukan proses perkara pada tingkat pertama serta kasus tersebut terjadi di wilayah hukum kabupaten Yogyakarta dan surat putusan perkara tersebut juga dikelurkan oleh Pengadilan Agama Yogyakarta. Selain itu, lokasi Pengadilan Agama Yogyakarta merupakan yang paling dekat dengan kampus, akan memudahkan proses penelitian skripsi ini dan Pengadilan Agama kota Yogyakarta pernah dijadikan kuliah praktek, dan yang paling penting pada lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian ilmiah baik berupa skripsi atau thesis yang membahas tentang pertimbangan hakim dalam perkara perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta.


B. Pokok Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas pokok masalah yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik pokok masalah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pertimbangan hakim pengadilan agama dalam pembuktian dan memutuskan perkara gugatan perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta (Studi Perkara Nomor: 23/PDT.G/PA/YK)
2. Bagaimana Tinjaun Hukum Islam terhadap pertimbangan hakim dalam perkara perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta (Studi Perkara Nomor: 23/Pdt.G/PA/Yk)
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, sebagai berikut:
a. Mengetahui pertimbangan hakim pengadilan agama dalam perkara perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta (Studi Perkara Nomor: 23/PDT.G/PA/YK)
b. Mengetahui dan menganalisis bagaimana tinjaun hukum Islam terhadap pertimbangan hakim dalam perkara perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta (Studi Perkara Nomor: 23/Pdt.G/PA/Yk)
2. Manfaat
Manfaat penyusunan skripsi ini antara lain sebagai berikut:
A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi terhadap kajian akademis sekaligus sebagai masukan bagi penelitian yang lain dalam tema yang berkaitan, sehingga bisa dijadikan salah satu referensi bagi peneliti berikutnya. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan tentang fenomena cerai gugat dengan kumulasi alasan, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi hakim-hakim di Pengadilan Agama yang lain.
B. Manfaat Praktis
1) Sebagai bahan masukan bagi badan pembuat Undang-Undang perkawinan mengenai kumulasi alasan perceraian.
2) Sebagai bahan wacana dan diskusi bagi para mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum jurusan al-Ahwal al-Shakhshiyyah UIN Sunan Kalijaga khususnya, serta bagi para masyarakat pada umumnya.
3) Sebagai bahan kajian untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama.
D. Telaah Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat tentang materi cerai di berbagai perguruan tinggi. Dari beberapa penelitian tersebit terdapat berbagai macam fokus yang ingin dianalisis, baik mengenai faktor cerai gugat secara umum, sampai analisis suatu Pasal dalam perundang-undangan mengenai alasan terjadinya perceraian. Dari beberapa penelitian yang terdapat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang cerai gugat dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut.
Karya ilmiah yang ditulis oleh Ismul Gofur pada tahun 2005 dengan judul perceraian akibat perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga (studi putusan di PA Mataram Tahun 2000-2003), menggambarkan tentang model-model perselingkuhan yang menyebabkan perceraian serta mengkaji pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk menyelesaikan kasus tersebut. Pada penelitian ini hanya satu alasan yang dijadikan alasan gugatan yakni perselingkuhan sedangkan yang akan penyusun teliti adalah kumulasi alasan perceraian jadi ini tidak tidak hanya karena perselingkuhan yang mengakibatkan perceraian tapi dengan alasan-alasan lainnya.
Muhammad Arif Kurniawan meneliti tentang “Cerai Gugat Terhadap Suami Yang Melakukan Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Terhadap Putusan No. 0019/Pdt.G/2010/PA.YK)” skripsi ini membahas tentang pertimbangan hukum ynag digunakan hakim dalam memutus perkara No. 0019/PDT.G/2010/PA.YK. hasil dari penelitian ini adalah bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut dengan berdasarkan pada: 1) Pasal 125 HIR, 2) Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, 3) Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, 4) Pasal 19 huruf f dan Pasal 22 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975, 5) Pasal 3, Pasal 134, Pasal 116 huruf f dan Pasal 119 ayat 2 huruf c Kompilasi Hukum Islam. Pertimbangan hakim adalah memutus perkara tersebut menghindarkan kemudhorotan yang lebih besar jika perkawinan dilanjutkan. Disini lebih menitik beratkan alasan perceran dengan karena suami melakuakn KDRT, dengan meneliti apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam kasus tersebut. Sedangkan yang akan penyusun teliti disini yaitu dengan adanya percerain dengan kumulasi alasan bagaimana cara pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam memutus perkara No.23/Pdt.G/2009/PA.Yk.
Skripsi Siti Lu’luah “Faktor Tidak Ada Tanggung Jawab Suami Sebagai Alasan Perceraian (Studi Putusan Di Pengadialn Agama Pamekasan Tahun 2010-2011 ) membahas tentang faktor-faktor yang melatarbelakngi tidak ada tanggung jawab suami dalam perkara perceraian dan dasar hukum dan pertimbangan hukum yang digunakan hakim yaitu mengacu pada Pasal 39 UU No.1 Tahun 1974 jo.Pasal 19 huruf (f) PP No.9 Tahun 1975, Pasal 89 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 jo. Pasal 146 KHI. Sedangkan dalam tinjaun hukum Islam hakim mengutamakan kemaslahatan bagi para pihak.
Setelah penyusun memaparkan tentang karya ilmiah yang terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa belum ada yang membahas perceraian dengan kumulasi alasan. Karya ilmiah ini berbeda dengan yang sudah ada yaitu dalam hal alasan perceraian, jika di skripsi yang ada hanya menyebutkan satu alasan perceraian dalam skripsi ini akan dibahas percerain dengan kumulasi alasan di pengadilan agama Yogyakarta dengan No. perkara 23/Pdt.G/2009/PA.Yk.
E. Kerangka Teoritik
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara dua insan sebagai pasngan untuk menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera, damai, tentram dan kekal sebagai mana diisyaratkan diisyaratkan dalam surah al-Rum dan lainnya. dalam Islam akad perkawinan bukan hanya akad perdata semata, melainkan ikatan suci yang terkait dengan keimanan kepada allah. Hal ini berdasarkan firman Allah:
          
Begitu sucinya ikatan perkawinan tersebut akan tetapi pasangan manusia tidak mustahil jika tidak dapat menjaga keutuhan ikatan rumah tangga mereka Karena berbagai faktor yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan perceraian. Perceraian diizinkan oleh syara berdasarkan hadis nabi Muhammad saw sebagai berikut:
أبغض الحلال الى الله الطلاق
Perceraian walaupun diperbolehkan oleh agama Islam, namun pelaksanaannya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang kuat dan merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh suami istri, apabila cara-cara yang lain telah diusahakan sebelumnyan tetap tidak dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami istri tersebut. Problematika yang hadir di antara suami istri mengakibatkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak menemukan penyelesaian perdamaain selain dengan cerai dan diceraiakan.maka tindakan ini harus diambil.sebagaimana perkataan Umar bin khotab:
Istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela,
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ايما امرأة سألت زوجها طلاقا من خير باس فحرم عليها رئحة الجنة
Jika akad perkawinan telah sah dan berlaku maka ia akan menimbulkan akibat hukum dan menimbulkn hak dna kewajiban bagi sumai dan istri. Dalam Undang-Undang Perkawinan hak dn kewajiban suami istri seimbang sesuai dengan kedududkan masing-masing. Oleh karena itu, jika salah satu pasangan melanggar hak dan kewajiban sebagai suami atau istri, maka masing-masing memiliki hak yang sama untuk mengajukan gugatan perceraian.
Di Indonesia Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan tidak menyebutkan secara khusus pengertian perceraian karena istilah ini berasal dari kitab-kitab fiqih. Namun secara tersirat istilah ini dapat dipahami dari Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyebutkan bahwa: putusnya perkawianan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
Adapun alasan-alasan untuk melakukan perceraian, baik cerai talak maupun cerai gugat adalah:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,pemadat,penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua)tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan yang berat yang membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam KHI terdapat tambahan dua huruf tentang alasan perceraian, sebagai berikut:
g. Suami melanggar taklik talak.
h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan Peradilan Agama di Indonesia dikenal dua istilah cerai yaitu cerai talak dan cerai gugat.
a Cerai talak adalah putusnya hubungan dari pihak suami.secara tersirat tercantum dalam Pasal 66 ayat (1) UU No. 1974 jo. Pasal 117 KHI.
b Cerai gugat adalah putusnya hubungan perkawinan atas gugatan cerai dari pijak istri. Secara tersirat tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) UU No. 1989 jo.sal 132 ayat (1) KHI.
Dalam cerai talak, petitum perkaranya mengijinkan penggugat untuk menjatuhkan talak kepada tergugat. Implikasi hukumnya bahwa sepanjang mantan istri tidak nusyuz maka suami masih memiliki tanggung jawab untuk memberi nafkah iddah dan nafkah muth’ah kepada mantan istri. Sedangkan dalam cerai gugat, petitum perkaranya adalah tergugat menjatuhkan talak satu ba’in sughra kepada penggugat. Untuk implikasi cerai gugat, istri tidak berhak mendapatkan nafkah iddah maupun nafkah muth’ah, karena suami tidak memiliki hak rujuk.
Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 115 KHI menyebutkan bahwa perkawinan dianggap putus apabila telah diikrarkan di depan Sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Ikatan perkawinan itu bisa diikrarkan apabila telah ada cukup alasan bahwa antara suami istri tersebut tidak dapat dirukunkan kembali.
Hakim pengadilan agama apabila telah yakin bahwa perselisihan yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang kecil untuk disatukan kembali , dapat memberikan putusan cerai kepada para pihak yang berselisih tersebut, jika kemudharatan yang diterima oleh sumai istri tersebut lebih ringan apabila mereka bercerai, daripada kedua pihak tersebut disatukan kembali yang dapat dipastikan perselisihan tersebut terus-menerus terjadi bahkan kepada kemudharatan yang lebih besar, sesuai dengan kaidah:
الضرر الاشد يزال بالضررالاخف
Kaidah di atas memiliki pengertian bahwa kemudharatan yang berat dihilangkan dengan kemudharatan yang ringan, apabila dengan perceraian kedua pihak akan lebih baik dari pada mereka bersama, maka hakim harus membari putusan cerai bagi keduanya.
Berkaitan dengan perkara yang penyusun teliti hakim mempunyai hak yang melekat karena jabatanya (ex officio) yaitu hakim dalam memutus perkara dapat keluar dari aturan baku selama ada arguman logis dan sesuai dengan undang-undang serta hukum Islam. Walaupun demikian, dalam memutuskan perkara, hakim tidak cukup berbekal prasangka saja. Namun juga harus mempertimbangkan kronologis dari perkara dengan melihat dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak atau kesaksian saksi yang diperkuat dengan kepastian alat bukti yang diajukan kepadanya. Berdasarkan firman Allah:

وان الظن لا يغنى من الحق شيأ
فارقوهن بمعروف وأشهدوا ذوى عدل منكم وأقيموا الشهدةلله
UU Nomor 7 tahun 1989 menyebutkan segala dan putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus memuat Pasal-Pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutanatau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Pasal ini menurut Yahya Harahap menganut asas motifating plicht, hakim “wajib” mencantumkan dasar pertimbangan yang cukup dan matang dalam setiap putusannya. secara singkat makna kewajiban yaitu putusan harus jelas dan cukup motivasi pertimbangannya, dalam pengertian luas, bukan sekedar meliputi motivasi tentang pertimbangan alasan-alasan, dasar-dasar hukum serta Pasal-Pasal peraturan yang bersangkutan, tetapi juga meliputi sistematika, argumentasi, dan kesimpulan yang terang dan mudah dimengerti oleh orang yang membaca.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatitif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yasng di alami oleh subyek penelitian, dalam hal ini adalah pada nomor perkara putusan Pengadilan Agama Yogyakarta nomor : 0023/Pdt.G/2009/PA.Yk . Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Berdasarkan sumber data, jenis penelitian yang digunakan penyusun adalah penelitian pustaka (library research), yakni penelitian kepustakaan yang diarahkan atau difokuskan pada penelaahan atau pembahasan teori-teori yang diterima kebenarannya dalam literature, yang ada relevansinya dengan masalah (kumulasi alasan perceraian) lebih lanjut guna mencari landasan pemikiran sebagai upaya pemecahan masalah, baik berupa buku-buku maupun jurnal-jurnal yang mendukung.



2. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu menganalisi tentang putusan kumulasi alasan perceraian hakim peradilan agama di Pengadilan Agama Yogyakarta menurut hukum Islam.
3. Teknik pengumpulan data
a) Dokumentasi, yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dan mempelajari data primer dari dokumen-dokumen berkas putusan perkara No. 0023/Pdt.G/2009/PA.Yk. di samping itu dilakukan penelusuran dan pengkajian terhadap berbagai tulisan yang berkaiatan dengan pembahasan ini, dalam aspek hukum untuk mempertajam analisis terhadap putusan pengadilan tersebut.
b) Interview (wawancara) yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan pedoman wawancara. Adapun pihak yang diwawancarai adalah Hakim pengadilan Agama Yogyakarta. Metode ini dipakai untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang pertimbangan hukum dan upaya Majlis Hakim untuk menyelesaikan masalah tersebut, sehingga dapat membantu proses analisis data.
4. Pengumpulan Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, antara lain
a. Data Primer
Sumber data primer adalah putusan Pengadilan Agama Yogyakarta nomor : 0023/Pdt.G/2009/PA.YK tentang gugat cerai.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data pendukung yang berkaitan dengan data yang diteliti. Data ini diperoleh dengan cara wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta.
5. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan pendekatan yuridis.
a. Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang mengaplikasikan metode pemecahan ilmiah mengarah pada ditetapkannya sesuatu beradasarkan al-Qur’an, pendapat ulama, dan kaidah fiqhiyah.

b. Pendekatan yuridis yaitu pendekatan yang didasarkan pada norma hukum dan peratuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Kompilasi Hukum Islam.
6. Analisis Data
Analisis data merupakan usaha-usaha untuk memberikan interpretasi terhadap data yang telah tersusun. Analisis data ini dilakukan dengan metode kualitatif, artinya analisis data tersebut ditujukan kepada data yang sifatnya berdasarkan kualitas, mutu, dan sifat fakta atau gejala yang bena-benar berlaku. Data yang telah terkumpul di analisis secara kualitatif dengan menggunakan metode berfikir induktif-deduktif. Induktif yaitu analisis data yang dimulai dengan hal-hal yang khusus/spesifik dalam hal ini adalah dari studi putusan nomor perkara. 0023/Pdt.G/2001/PA.Yk dan hasil wawancara dengan hakim. Deduktif, yaitu menganalisis dan menyimpulkan data-data yang bersifat umum dalam hal ini penyelesaikan perkara perceraian dengan kumulasi alasan secara umum kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, dalam hal ini berkaitan dengan kumulasi alasan perceraian. Kesimpulan ini ditarik dari norma hukum Islam untuk menilai apakah pertimbangan hakim di Pengadilan Agama Yogyakarta dalam putusan perkara tentang perceraian dengan kumulasi alasan sesuai dengan hukum Islam atau tidak.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan terhadap masalah yang penyusun angkat. Maka penulisan skripsi ini akan disusun dalam lima bab yang masing-masing bab dibagi dalam sub bab, adapun rinciannya adlah sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan sebagai pengantar kepada isi tulisan. Yang terdiri dari latar belakang masalah yang berisi diskripsi umum tentang masalah yang akan diteliti. Kemudian pokok masalah yang berisi beberapa pokok masalah yang diteliti dalam skripsi ini, selanjutnya tujuan dan kegunaan berisi tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang akan dihasilkan dalam skripsi ini, telaah pustaka yaitu menyebutkan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki beberapa kaitan dengan skripsi yang akan dibahas serta menyatakan bahwa tidak terjadi kesamaan dengan karya ilmiah orang lain, selanjutnya yaitu kerangka teotitik, metode penelitian dan terakhir yaitu sistematika pembahasan.
Bab kedua yakni tinjauan umum tentang perceraian dan dan tentang alasan-alasan perceraian. Isinya sebagai berikut: pertama, menguraikan tentang pengertian perceraian, dasar hukum perceraian, rukun dan syarat perceraian, bentuk-bentuk perceraian, dan akibat hukum dari perceraian. Kedua alasan-alasan perceraian.
Bab ketiga merupakan deskripsi gambaran umum Peradilan Agama Yogyakarta, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya cerai gugat dengan kumulasi alasan dalam perkara cerai, putusan, pertimbangan hukum dan putusan Majlis Hakim dalam menangani perkara perceraian No. 0023/Pdt.G/2009/PA.Yk di Pengadilan Agama Yogyakarta.
Bab keempat adalah merupakan analisis terhadap perkara No.0023/Pdt.G/2009/PA.Yk di Pengadilan Agama Yogyakarta yang meliputi: Analisis terhadap faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian dengan kumulasi alasan di Pengadilan Agama Yogyakarta dan analisis terhadap dasar hukum pertimbangan Majlis Hakim dalam putusan No.0023/Pdt.G/2009/PA.Yk di Pengadilan Agama Yogyakarta.
Bab kelima merupakan bab terakhir yang merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dan saran. Setelah bab penutup dilengkapi dengan daftar pustaka dan dan dilengkapi pula dengan berbagai lampiran.
DAFTAR PUSTAKA
1) Al-Quran/tafsir/ulimul Quran
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Quran dan terjemahnya, Semarang: Toha Putra. 1989.
2) Hadis/Ulumul Hadis
Turmudzi, Jami' as sahih Turmudzi, Jilid 2. Beirut: Dar al-Fikr.
Abu Daud, Sunan Abi Daud. Beirut: Dar al-Fikr.
3) Fiqih dan Ushul Fiqih
Gofur, Ismul “Perceraian Akibat Perselingkuhan Dalam Kehidupan Rumah Tangga (Studi Putusan di PA Mataram Tahun 2000), ),” skripsi tidak diterbitkan Fakultas syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (2005)
Soemiyati, Hukum Perkawianan Islam dan UUP (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta:Liberti.
Turmudzi, Jami' as sahih Turmudzi, li abhas Thalaqktiraniyyah. Jilid 2, hal.511. diriwayatkan dari Abdul Wahab dari Ayyub dari Bapaknya Abi Qalabah dari Tsauban dari Rasullullah.
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan 1,Yogyakarta: AcAdemia+Tazzafa, 2004.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan dari UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Kurniawan, Muhammad arif “Cerai Gugat Terhadap Suami Yang Melulukan Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga (Studi Terhadap Putusan No. 0019/PDT.G/2010/PA.YK)” , skripsi tidak diterbitkan Fakultas syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (2010).
Lu’luah, Siti, Faktor Tidak Ada Tanggung Jawab Suami Sebagai Alasan Perceraian (Studi Putusan Di Pengadialn Agama PamekasanS Tahun 2010-2011 ), skripsi tidak diterbitkan Fakultas syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (2012).
Ma'arif, Samsul. Kaidah-Kaidah Fiqih. Bandung: Pustaka Ramadhan. 2005.
4) Lain-lain
Undang –Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan dari UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Harahap, M. Yahya .Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
----------------------Kewenangan dan acara peradilan agama, Undang-Undang nomor 7 tahun 1989, Jakarta: Pustaka.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2007.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama.
















DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. POKOK MASALAH
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN
D. TELAAH PUSTAKA
E. KERANGKA TEORITIK
F. METODE PENELITIAN
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN PEMBUKTIAN
A. Percerain
1. Pengertian Perceraian
2. Dasar hukum Perceraian
3. Alasan-Alasan Perceraian
4. Bentuk-Bentuk Perceraian
5. Rukun dan Syarat Perceraian
B. Konsep Pembuktian Di Pengadilan Agama
1. Pengertian Pembuktian
2. Dasar Hukum Pembuktian
3. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pembuktian
BAB III PERKARA PERCERAIAN DENGAN KUMULASI ALASAN NOMOR PERKARA: 23/PDT.G/2009/PA.YK DI PENGADIALAN AGAMA YOGYAKARTA
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Yogyakarta
B. Diskripsi Perkara Cerai Gugat Karena Istri Selingkuh Berdasarkan Perkara Nomor 23/Pdt.G/2009/PA.Yk
C. Dasar Hukum Yang Digunakan Hakim Dalam Memutus Perkara Cerai Gugat Karena Istri Selingkuh
D. Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Cerai Gugat Karena Iistri Selingkuh
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERKARA NO. 23/PDT.G/2009/PA.YK TENTANG PERCERAIAN DENGAN KUMULASI ALASAN
A. Analisis Terhadap Dasar Hukum Yang Digunakan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Cerai Gugat dengan Kumulasi Alasan
B. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Cerai Gugat Dengan Kumulasi Alasan
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN-SARAN
C. DAFTAR PUSTAKA
D. LAMPIRAN-LAMPIRAN





2 komentar:

  1. mbak minta tolong kirim ke email ane siih...mudah2an jadi amalsholehah..syukron ya...emailnya :kusnadiramzi@gmail.com

    BalasHapus