About Template

Senin, 11 Februari 2013


Adat pelakkahan dalam tinjaun hukum islam
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Makhluk hidup di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan, termasuk manusia. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukam orang lain dalam hidupnya termasuk pasangan hidup yaitu untuk mencari kebahagiaan. Kebahagian ini tidak bisa dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang digariskan oleh agama. Di antaranya kewajiban individu-individu dalam masyarakat itu itu saling menunaikan hak dan kewajiban masing-masing dan salah satu untuk mencapai kebahagian yaitu dengan menikah. Sebagaimana dikemukakan dalam agama islam perkawinan adalah suatu cita-cita yang sangat ideal, perkawinan bukan hanya sebagia persatuan antara laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari pada itu perkawinan sebagai kontrak sosial keanekaragaman tugas.
Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai adat, budaya, ras, suku, dan juga ideologi akan mempraktekkan keanakaragaman dalam melaksanakan ajaran agama sesuai denganbudayanya, termasuk dalam perkawinan. Perkawinan sebagai sendi dalam masyarakat tidak akan bisa terlepas dari budaya yang dimodifikasi agar sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut, baik sebelum dan sesudah perkawina.
Agar tujuan dan sasaran dalam pernikahan tercapai dan mampu mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinan, mawadah, wa rahmah. Maka kemudian, harus diperhatikan syarat-syarat tertentunya, agar tujuan disyariatkanya perkawinan dapat tercapai dan tidak menyalahi aturan yang telah ditetapkan agama.
Masyakat indonesia pada umumnya sebelum melaksanakan perkawinan mengadakan acara peminangan . Apabila pinangan itu telah tercapai persetujuan biasanya tidak segera dilaksanakan pekawinan, melainkan pertunangan terlebih dahulu. Ini juga yang terjadi di desa mataram udik, kecamatan mandar mataram kabupaten lampung tengah.

B. Pokok Masalah
Berdasarkan urain di atas maka pokok permasalahan utama adalah budaya pelangkahan dalam perkawinan ditinjau dari hukum islam, untuk menjabarkan permasahan tersebut , akan di pandu melalui pertanyaan utama sebagai berikut:
1. Apa alasan masyakarat desa mataram jaya dalam mempraktekkan adat pemberian pelangkah.
2. Bagaiman praktek dan tata cara pelaksana adat pemberian pelangkahan di desa mataram jaya kecamatan bandar mataram lampung.
3. Bagaimana dampak adat pelangkahan dalam pernikahan terhadap pasangan yang melaksanakannya.
4. Bagaiman status hukum adat pelangkahan di desa mataram jaya kecamatan bandar mataram lampung.
C. Tujuan dan kegunaan
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah
1. Mendiskripsikan bagaiman praktek dan tata cara pelaksana adat pemberian pelangkahan di desa mataram jaya kecamatan bandar mataram lampung.
2. Menjelaskan bagaimana dampak adat pelangkahan dalam pernikahan terhadap pasangan yang melaksanakannya
3. Menjelaskan bagaiman tinjauan hukum islam terhadap praktek adat pelangkahan.


kripsi karya Nur anggraini “Larangan perkawinan ngelangkahi di desa karang duren kecamatan pakisaji kabupaten malang. Dalam skripsi ini di bahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi eksisnya larangan perkawinan melangkahi dalam tinjaun antropologi

            ••   •     
Dengan demikian , perkawinan itu diartikan sebagai perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria dan wanita (suami istri) yang mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT di satu pihak dan pihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri. Islam dengan jelas menerangkan aturan perkawinan, namun aturan perkawinan yang berlaku di dalam masyarakat tidak lepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.
Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai adat, budaya, ras, suku, dan juga ideologi akan mempraktekkan keanakaragaman dalam melaksanakan ajaran agama sesuai dengan budayanya, termasuk dalam perkawinan. Perkawinan sebagai sendi dalam masyarakat tidak akan bisa terlepas dari budaya yang dimodifikasi agar sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut, baik sebelum dan sesudah perkawinan.
Masyakat Indonesia pada umumnya sebelum melaksanakan perkawinan mengadakan acara peminangan . Apabila pinangan itu telah tercapai persetujuan biasanya tidak segera dilaksanakan pekawinan, melainkan pertunangan terlebih dahulu. Ini juga yang terjadi di Desa Mataram Udik, Kecamatan Mandar Mataram Kabupaten Lampung Tengah.
Ketika hukum Islam dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat yang memiliki budaya dan adat-istiadat yang berbeda seringkali wujud yang ditampilkan tidak selalu sama dan seragam. Pranata-pranata Islam sering kali disesuaikan dengan hukum-hukum adat yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan dengan berbagai ciri khasnya. Di Desa Mataram Udik, Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Gunung Sugih Lampung terdapat suatu adat yang hingga saat ini masih berkembang dan tetap dilaksanakan dalam pelaksanaan perkawinan yaitu ketika seseorang akan melaksanakan pernikahan namun orang tersebut masih memiliki saudara atau saudari di atasnya maka calon suami wajib memberikan pelakkahan berupa barang serta meminta maaf bersama calon istri kepada kakak atau saudarinya baik yang melakukan pelangkahan pihak calon suami atau calon istri ini disebut “Adat Pelakkahan dan ngetok salah. Proses pelaksanaan pelakkahan dan ngetok salah dalam pernikahan terjadi pada masa larian . Proses pelakkahan ini wajib untuk dilaksanakan karena apabila tidak dipenuhi akan menghampat proses pernikahan tersebut. Oleh karna itu muncul pokok persoalan yang membutuhkan analisis lebih jauh mengenai status hukum tradisi semacam “denda”ketika pelakkahan dalam perkawinan di Desa Mataram Udik, Kecamatan Bandar Mataram Kabupaten Gunung Sugih Lampung tentang bagaimana jika adat pelakkahan tersebut memberatkan pihak calon suami atau sebalikknya dari sudut Islam.

A. Pokok Masalah
Berdasarkan urain di atas maka pokok permasalahan utama adalah budaya pelangkahan dalam perkawinan ditinjau dari hukum Islam, untuk menjabarkan permasahan tersebut , akan di pandu melalui pertanyaan utama sebagai berikut:
1. Bagaiman praktek dan tata cara pelaksana adat pemberian pelangkahan di desa Mataram Udik kecamatan bandar mataram lampung.
2. Bagaimana dampak adat pelangkahan dalam pernikahan terhadap pasangan yang melaksanakannya.
3. Bagaiman status hukum adat pelangkahan di desa Mataram Udik kecamatan bandar mataram lampung dalam tinjaun hukum Islam.

B. Tujuan dan kegunaan
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah
1. Mendiskripsikan bagaiman praktek dan tata cara pelaksana adat pemberian pelangkahan di desa Mataram Udik kecamatan bandar mataram lampung.
2. Menjelaskan bagaimana dampak adat pelangkahan dalam pernikahan terhadap pasangan yang melaksanakannya
3. Menjelaskan bagaiman tinjauan hukum Islam terhadap praktek adat pelangkahan.
Sedangkan kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah:
1. Sebagai sumbangan dalam memperkaya khazanah intelektual dalam usaha mengembangkan hukum Islam terutama dengan masalah tradisi yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Sebagai rujukan bagi masyarakat Desa Mataram Udik khususnya dan pihal berkepentingan lainnya dalam menentukan sikap terhadap pelaksanaan adat pelakkahan.
C. Telaah Pustaka
Mengingat skripsi ini merupakan studi lapangan, maka yang pertama ditelusuri adalah kepustakaan berupa hasil-hasil penelitian lapangan yang berkaitan erat dengan obyek penelitian skipsi ini, yaitu tradisi pemberian pelangkahan yang berlaku di mataram udik. Buku-buku penelitian sebelumnya atau literatur lain yang berkaitan dengan masalah di atas masih sangat sedikit, sepengatahuan penyusun belum ada buku yang membahasa masalah adat pelakkahan dalam perkawinan di desa Mataram Udik secara khusus. Berikut ini karya penelitian yang berhubungan dengan studi ini.
Skripsi yang ditulis Dewi Masyotoh, “Tinjauan Hokum Islam Terhadap Adat Pelangkahan Dalam Pernikahan (Studi Kasus Di Desa Sakatiga Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatra Selatan”., dalam skipsi ni dijelaskan bukum pemberian pelangkahan dengan tinjauan hukum islam berdasarkan‘urf. Dengan melihat beberapa faktor maka disimpulkan bahwa hokum pemberian pelangkahan di desa tersebut termasuk urf fasid. Sedangkan penyusun membehas pemberian pelangkahan tidak hanya menggunakan teori ‘urf akan tetapi juga dilihat dari teori hibah.
Tinjaun hokum islam terhadap tradisi pemberiandalam perkawinan ngelangkahi di desa sumbaya kecamatan bujijaya kabupaten tegal, yang disusun oleh Atikah, menjelaskan bahwa adat melangkahi tidak dilarang selama tidak menyimpang dari hukum Islam. Disisni juga disebutkan beberapa faktor yang memepengaruhi tredisi perkawinan ngelangkahi. Sedangkan penyususun lebih membahas dampak dari perkawinan melangkahi (pelakkahan)terhadap pasangan yang akan menikah serta menjelaskan bagaimana prakter pelaksanaan pelakkahan tersebut.

Skripsi Nur Anggraini dengan karyanya, larangan perkawinan “ngelangkahi” di desa karang duren kecamatan pakisaji kabupaten malang”, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi eksisnya larangan perkawinan ngelangkahi di tinjau dari sisi antropologi.
Skripsi yang ditulis oleh Zada Muhrisun dalam spripsinya yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asok Tukon(segala sesuatu yang diberikan oleh pihak laki-laki atau calon istri kepada pihak wanita atau calon istri sebagai pembelian wanita untuk dimiliki secara sah sebagai istri) Dalam Upacara Adat Perkawianan Di Desa Maguwoharjo Yogyakarta”. Perkembangan asok tukon bukanlah berupa sejumlah barang tetapi menjadi lebih praktis karena biasanaya diganti dengan sejumlah uang. Besar uang tersebut sanagt tergantung pada tingkat sosial kelurga si wanita. Jumlah tukon pun sesuai permintaan pihak si wanita atau kesepakatan bersama.
Rahmatul Manan dalam skripsinya yang berjudul “ Uang Wali (Soloh) Dalam Perspektif Hukum Islam (Peminangan Adat Di Kecamatan Praya Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat) dalam skripsi ini menggambarkan adanya uang wali (yaitu uang yang harus diberikan kepada orang tua atau wali dari calon istri) yang menjadi syarat peminangan dan menjadi adat di Kecamatan Praya Lombok Tenagh Nusa Tenggara Barat ditinjau dari perspektif hukum Islam.
Nani suwondo dalam bukunya kedudukan wanita dalam hukum dan masyarakat, secara singkat menyebutkan bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditetapkan oleh hukum adat, itu berbeda-beda menurut daerah. Misalnay saja larangan bagi adik perempuan untuk menikah sebelum kakaknya perempuan menikah terlebih dahulu.
Berdasarkan penelitian sementara belum ada yang mengkaji pemberian pelakkahan di Mataram Udik tersebut. Karya ilmiah yang membahas status hukum adat pelakkahan berdasarkan hukum Islam dengan menggunkan teori ‘urf dan hibah.
D. Kerangka Teoritik
Manusia adalah makluk sosial, dan untuk hidup berdampingan dengan yang lainnya, manusia memerlukan aturan hidup. Agama Islam denagn kedua sumber hukum pokoknya yaitu al-Quran dan AL-Hadis memenuhi manusia akan kebutuhan tersebut.
Para ulama dalam menetapkan hukum dari suatu peristiwa berdasarkan al-Quran dan al-Hadis, Ijma dan Qiyas dengan alasan firman Allah SWT:
                   .
Hukum Islam dengan kedua sumbernya yaitu al-Quran dan al-Hadis bersifat universal yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, tidak lahir kedinia ini untuk manusia yang hampa kultural. Sehingga pembinaan hukum senantiasa mempertimbangkan kebaikan masing-masing sesuai dengan adat dan kebudayaan mereka, dimana mereka berdomisili serta iklam yang mempengaruhi.
Jika dianalisis dan dihayati hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam al-Qur’an dapat dipahami bahwa pada dasarnya Allah menetapkan hukum untuk mendatangkan kemaslahatan bagi manusia atau menghindarkan madharat dari manusia. Oleh karena itu hakekat dari tujuan tersebut dapat dijadikan oleh mujtahid dalam menetapkan hukum terhadap hal yang tidak disebutkan di dalam nash, asal tidak ada dalil atau nash yang berlawanan dengannya.
Hukum adat dapat dijadikan hukum Islam apabila memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. Adat itu dapat diterima oleh perasaan dan akal sehat serta diakui oleh pendapat umum;
2. Sudah berulangkali terjadi dan telah berlaku umum dalam masyarakat yang bersangkutan;
3. Telah ada waktu transaksi berlangsung;
4. Tidak ada persetujuan atau pilihan lain antara kedua belah pihak;
5. Tidak bertentangan dengan nash (Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw).
Dalam hal selain ibadah seperti munakahat (pernikahan) dimana hukum ini berkembang menurut perkembangan alam sekitar dan kemaslahatan umat. Walaupun hukum Islam secara tegas dan jelas telah memberikan konsepsi tentang perkawinan yang sah dan jelas bagi umatnya, bukan berarti tidak akan muncul lagi masalah-masalah dan hal-hal baru yang ditimbulkan oleh hukum perkawinan Islam tersebut. Hal ini terjadi karena dilatarbelakangi kemajemukan umat Islam dengan adat dan budaya, seperti di Indonesia.
Hukum Islam bersifat menyeluruh yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, maka tentulah pembinaan hukum memperhatikan kebaikan masing-masing sesuai dengan adat dan kebiasaan mereka, dimana mereka berdimisili serta iklim yang mempengaruhi. Oleh karena itu dalam teori hukum Islam persoalan adat memiliki aturan tersendiri untuk diterapkan, yaitu dikenal dengan konsep ‘Urf. Memberlakukan hukum Islam yang sesuai adat kebiasaan atau ‘Urf berarti memelihara kemaslahatan bagi masyarakat yang merupakan salah satu asas dan prinsip hukum Islam. Selama itu tidak merusak dan merubah prinsip universal Syara’.
Menurut istilah ahli syara’ bahwa yang dinamakan adat itu adalah ‘Urf. Pengertian ‘Urf adalah sesuatu yang telah menjadi kebiasaan manusia dari hal-hal muamalat dan telah menjadi kontinuitas bagi mereka.
‘Urf terbagi menjadi 2 bagian:
1. ‘Urf shahih, yaitu ‘Urf yang dapat dijadikan pegangan, segala yang sudah dikenal manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan sesuatu yang diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib, sebagaimana kebiasaan mereka mengadakan akad jasa pembuatan (produksi), kebiasaan mereka membagi maskawin yang didahulukan dan maskawin yang diakhirkan menyerahkannya, tradisi mereka, bahwasannya seorang istri tidak akan menyerahkan dirinya kepada suaminya kecuali ia telah menerima sebagian dari maskawinnya, dan kebiasaan mereka bahwasannya perhiasan dan pakaian yang diberikan oleh peminang kepada wanita yang dipinang adalah hadiah, bukan bagian dari maskawin.
‘Urf sahih dibagi menjadi 2 yaitu:
a. ‘Urf ‘am yaitu sesuatu yang sudah saling dikenal oleh sesama manusia di seluruh daerah
b. ‘Urf khash yaitu sesuatu yang dikenal hanya di sebagian negara atau daerah atau oleh sebagian manusia.
2. ‘Urf fasid, yaitu ‘Urf yang tidak bisa dijadikan pegangan yaitu ‘urf yang menyalahi nash yang qoth’I, ‘urf ini sudah menjadi tradisi manusia akan tetapi bertentangan denagn syara’, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib. Misalnya adat kebiasaan manusia terhadap berbagai kemungkaran dalam seremoni kelahiran anak, tradisi memakan harta riba, dan perjanjian judi.
Menurut Nurkholis Madjid, percampuran atau akulturasi timbal balik antara hukum Islam dengan budaya atau adat istiadat masyarakat diakui dalam suatu kaidah Islam atau ketentuan dasar ushul fiqh, bahwa adat kebuasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum. Upaya pendekatan atau kompromi antara hukum adat dengan hukum Islam antara lain berdasarkan kaidah yang berbunyi:
العاده محكمه
Bahwasannya adat atau tradisi dalam sebuah masyaarakat dengan melihat maslahatnya, bisa diterima dan dimasukkan dalam hukum atau perundang-undangan Islam. Sebab sebuah maslahat wajib untuk dijadikan pertimbangan hukum selama tidak ada nash yang menbatalkan. Akan tetapi jika adat tersebut ternyata menyimpang dari aturan nash yang ada, maka adat tersebut yang harus dikalahkkan. Seperti firman Allah :
 •         
Ulama yang berhujjah dengan ‘urf dalm membina hukum Islam mengambil dalil dari beberapa dalil berukut:
1. Al-Quran
Bahwasanya berpedoman pada al-Quran adalah keharusan bagi umat Islam serta mengambil kebiasaan yang baik sebagaimana dalam surah Al- A’raf:199
      
2. Bahwa berlakunya kebiasaan manusia terhadap suatu perbuatan adalah merupakan dalil bahwa mengamalkan adalah maslahat bagi mereka, atau menghilangkan kesempitan dari mereka. Sedangkan maslahat adalah termasuk dalil syar’i. Sebagaimana menghilangkan kesempitan adalah merupakan tujuan syari’ah, dan ia merupakan salah satu macam maslahah.
Pemberian dalam Islam disebut hibah. Hibah hukumnya disunnshkan. Pemberian pelakkah bisa disebut dengan hibah. Dalam konteks yang umum, pengertian hibah di dalmnya tercakup pula hadish dan sedekah, bahkan juga al-ibra’(pembebasan hutang) dan al-attiyyah atau wasiat, mengingat pengertian yang mirip antara yang satu dengan yang lainnya,. Bedanya lebih terletak pada maksud (motivasi) dari oarang yang mengalihkan atau memberikan kepemilikan barang itu sendiri.
Hibah akan terwujud apabila ada tiga komponen berikut, (i) pemberi hibah, (ii) penerima hibah, (benda atau sesuatu yang dihibahkan). Dalam tiga komponen tersebut masih ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
Syarat-syarat pemberi hibah
1. Pemilik benda yang dihibahkan;
2. Tidak dalam pengawasan (pengampuan) orang lain kerena sebab apapun;
3. Dewasa;
4. Dengan kesadaran.
Syarat penerima hibah hanya ada satu yaitu harus benar-benarada ketika pemberian itu dilakukan.
Syarat benda atau sesuatu yang dihibahkan
1. Ada bendanya secara kongrit
2. Berupa harta yang berharga
3. Benda yang dihibahkan benar-benar dalam kekuasaan wahib.
4. Tidak melekat dengan milik yang memberi hibah sehingga tidak dapat dipisahkan.
5. Dapat dibagi.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga komponen tersebut, hibah akan menjadi sah denagn adanya ijab dan kabul denagn segala macam sighat yang memberikan pengertian pemindahan kepemilikan suatu barang tanpa adanya pengganti.
Dalil atau dasar yang digunakan untuk berlakunnya adat dalam perkara-perkara syariah adalah ijma’ ahli fiqih yang diambil dari yirisprudensi peradilan Islam. Semua itu dilakukan oleh fuqoha dengan tujuan untuk mencapai kemaslahatan hakiki bagi umat Islam. Sebab untuk menjadi sebuah produk hukum yang ideal, maka setiap kebijaksanaan yang diambil harus sesuai dengan kemaslahatan umat. Hal ini sejalan dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi :
أن المقصد العام للشارع من تشريع الأحكام هو تحقيق مصالح الناس فى هذه الحياة يجلب النفع لهم و دفع الضرر رعنهم
Berdasarkan teori-teori tersebut , penyusun akan berusaha memecahkan masalah yang diangkat dalam penelitian skripsi ini.

E. Metode Penelitian
Penyusun dalam menguraikan dan membahas lebih lanjut permaslahan yang telah diungkapkan di atas maka digunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), dengan lokasi penelitian ada di desa Mataram Udik Kecamtan Bandar Mataram, Lampung Tengah.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskiptif analitik, yaitu bersifat dan bertujuan untuk memaparkan fenomena adat pelakkahan yang terjadi di masyarakat kemudian dianalisis untuk dicari hukumnya menurut ketentuan Islam.
Oleh karena itu hanya sebagian dari pemangku adat, tokoh agama, dan pelaku adat pelakkahan yang dijadikan responden atau subyek penelitian. Penekanan disini adalah kedalaman informasi (kualitas) dari responden, bukan dari jumlah (kuantitas) responden.
3. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data penyusun mengunakan metode sebagai berikut:
a. Dokumentasi, yaitu cara memperoleh data dengan menelusuri dokumen-dokumen yang ada hubungnnya dengan adat pelakkahan. Baik berupa buku-buku, makalah-makalah, jurnal, majalah, Serta yang lainnya di perpustakaan.
b. Pengamatan dan observasi, yaitu cara memperoleh data dengan jalan mengamati secara langsung terhadap gejala-gejala yang ada di masyarakat Desa mataram udik, kecamatan bandar mataram khususya yang berkaitan dengan adat pelakkahan. Cara ini ditempuh untuk memperoleh data yang tidak bisa didapat dengan waancara dan observasi serta untuk menyempurnkan data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi.
c. Wawancara, yaitu cara memperoleh data tentang adat pelakkahan dengan wawancara bebas, terkontrol, maupun bebas terkontrol. Hal ini untuk mendapatkan bukti yang kuat sebagai pendukung argumentasi.
4. Pendekatan
a. Pendekatan sosiologis, yaitu penulis akan mengadakan peneropongan terhadap segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, sertanilai-nilai yang dijadikan pegangan.
b. Pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an, Hadits, kaidah-kaidah ushuliyah, serta pendapat para ulama baik untuk pembenaran maupaun untuk pemberian norma atas masalah yang diteliti.
5. Analisis
Untuk mengambil kesimpulan dari data yang dianalisis, penyusun mengunakan analisis kualitatif yang mengnakan metode induktif yaitu setelah memperoleh data proses pelaksanaan adat pelakkahan tersebut, apa dampak yang ditimbulkan dan bagaimana hukum slam menyikapinya.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini dan supaya lebih sistematis, maka penyusun mengunakan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama, yaitu pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah, pokok masala, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Hasil penelitian disajikan dalam tiga bab berikutnya, sebagai kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lainnya. Pada bab dua dipaparkan pokok bahasan menyangkut gambaran umum desa Mataram Udik kecamatan bandar mataram dan kondisi masayarakatyang meliputi kondisi gegrafis, kondisi kependudukan, kondisi sosial budaya serta kondisi keagamaan. Kemudian bab ketiga menguraikan tentang tradisi pelangkahan, yang meliputi pengertian pelakkahan, asal-usu adat pelakkahan, tujuan dilakukannya adat pelakkahan, dan mekanisme pelaksanaan adat pelakkahan. Bab keempat memaparkan tentang analisis hukum islam terhadap adat pemeberian pelakkahan tersebut, dasar hukumnya serta alalisis nilai-nilai yang terkandung dalam adat pelakkahan.
Bab kelima berisi penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran yang keduannya dirumuskan berdasarkan pembahasan dari bab kedua sampai bab empat.


DAFTAR PUSTAKA
Ash- Shiddiqi, Hasbi, Falsafah Hukum Islam, cet. III, Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Muh.Syah, Ismail Dkk. , Filsafat Hukum Islam, cet. 11, Jakarta: Bumi Aksara, 1992,
As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunah, Bairut: Dar Al-Fikr, 1973
Madjid, Nur Kholis Islam Doktrin dan Peradapan, cet. Ke 3 Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Dahlan Idhami, Karakteristik Hukum Islam, Cet I Surabaya: Al-ikhlas,1994
Abu Zahrah, Imam Muhammad ,Ushul Al-Fiqh, Kairo: Dar Al- Fiqr Al-‘Arabi, T.T.
Suwondo, Nani, Kedudukan Wanita Dalam Hukum dan Masyarakat, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1971
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, cet. Ke 12, Mesir: Dar Al;Ilm, 1979.
Ali, Muhammad , Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2007.

0 komentar:

Posting Komentar