About Template

Kamis, 24 November 2011

BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya sesuatu itu tidak akan terbentuk karena tidak adanya sesuatu hal yang mendasarinya.seperti halnya hukum keluarga Islam tidak akan pernah ada dan tidak akan pernah muncul tanpa adanya sesuatu yang melatarbelakanginya. Hal ini akan sangat menarik untuk dibahas karena tidak semua masyarakata Indonesia beragama islam sehingga sejarah, peristiwa dan sebab lahir atau munculnya hukum kelaurga Islam sangat controversial. Hukum keluarga Islam dirasa sangat penting adanya dan kehadirannya ditengah-tengah masyarakat muslim karena permasalahan tentang keluarga menyangkut tentang perkawinan, kewarisan dan lain sebagainya tidak bisa disamakan dengan yang beragama non muslim, sehingga masyarakat menginginkan adanya hukum keluarga islam yang memang khusus mengatur tentang hukum keluarga islam, apalagi dengan perkembangan zaman yang semakin maju juga memiliki masalah yang semakin berkembang pula sehingga dibutuhkan metode-metode untuk pembaruan hukum. Lahirnya UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) adalah jawaban dari keresahan, ketidak pastian dan tuntutan masyarakat muslim untuk menjadi pedoman, dan rujukan dalam mengatasi permasalahan seputar hukum keluarga. Untuk lebih mengerti dan memahami tentang bagaimana sejarah tentang UU No 1 tahun 1974 dan KHI (Kompilasi Hukum Islam), serta bagaimana metode pembaharuan hukum keluarga islam, berikut penyusun paparkan lebih lanjut dalam bab pembahasan. BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Terbentuknya UU No. 1 tahun 1974 dan KHI (Kompilasi Hukum Islam) 1. Sejarah Lahirnya UU No 1Tahun 1974 2. KHI (Kompilasi Hukum Islam) Kompilasi diambil dari bahas inggris compilation atau dalam bahasa belanda compilatie diambil dari kata compilare yang artinya mengumpulkan bersama-sama, seperti mengumpulkan peraturan-peraturan yang tersebar berserakan dimana-mana. Gagasan KHI berasal dari MA RI yng kemudian didukung penuh oleh DEPAG RI, pembentukan KHI dilaksanakan oleh sebuah tim pelaksdana proyek yang ditunjuk dengan SKB ketua MA dan MENEG RI No 07/KMA/1985 dan No 25 Tahun 1985 pada tanggal 25 Maret 1985. Kemunculan gagasan KHI dilatarbelakangi dan didorong oleh kebutuhan teknis yustisial Peradilan Agama. Kebutuhan ini dirasakan Ma selaku Pembina MA selaku Yustisial, sejak tahun 1983, saat dimulainya pelaksanaan undang-undang No. 14 tahun 1970 dalm lingkungan Peradilan Agama. Kebutuhan yang dimadsud adalah adanya satu buku hukum yang menghimpun satu buku terapan yang berlaku bagi lingkungan peradilan agama yang dapat dijadikan pedoman bagi para hakim untuk melaksanakan tugasnya, sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum. KHI dipandang sebagai suatu model bagi fikih yang khas keindonesiaan yang sesuain dengan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia. B. Metode Pembaruan Hukum Keluarga Islam Adapun metode-metode pembaruan hukum keluarga islam ada dua yaitu diantaranya: 1. Metode Konvensional Dalam Penerapan metode konvensional, para ulama terliahat dalam berijtihad dan menerapkan pandanagn hukumnya dengan mencatat ayat al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Para ahli menetapkan, ada beberapa cirihas atau karasteristik metode penetapan hukum islam (fiqh) a. Menggunakan pendekatan parsial atau atomistic atau juz’i. b. Kurang memberikan perhatian terhadap sejarah (ahistory). c. Terlalu menekankanpada kajian teks/harfiah (literalistik). d. Metodologi fihq seolah-olah terpisah dengan metodologi tafsir. e. Terlalu banyak dipengaruhi budaya-budaya dan tradisi-tradisi setempat, dean dalam beberapa kasus didalamnya meresap praktek-praktekbid’ah dan kufarat, khususnya yang berkaitan dengan ‘ibadah. f. Masuknya unsur politik di dalamnya atau pengaruh kepentingan penguasa dalam menerapkan teori-teori fiqh. 2. Metode Kontemporer Pada prinsipnya metode pembaruan yang digunakan dalam melakukan kodifikasi hukum Islam kontemporer ada lima yaitu: a. Takhayyur yaitu memilij pandangan slah satu ulama fiqih, termasuk ulama di luar madzhab, seperti pandangan Ibnu Taymiyah, Ibnu Qoyyim al Jauziyah dan lainnya. Takhayyur secara substansial disebut tarjih. Sebab dengan memilih pandangan yang berbeda yang didasarkan pada pandangan yang klebih kuat atau pandangan yang lebih sesuai dan dibutuhkan. b. Talfiq, yaitu mengkombinasikan sejumlah pendapat ulama (dua atau lebih)dalam menetapkan hukum satu masalah. c. Takhshish al-qadla, yaitu hak Negara menbatasi kewenangan peradilan baik dari segi orang, wilayah, yuridiksi dan hukum acara yang ditetapkan (Anderson,1971:14,12-13). d. Siyasah syar’iyah yaitu kebijakan penguasa menerapkan peraturan yang bermanfaat bagi rakyat dan tidak bertentangan dengan syari’ah. e. Reinterpretasi nash yaitu (penafsiran ulang terhadap nash) melakukan penafsiran atau pemahaman ulang terhadap nash (al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW) Adapun dasar pertimbangan yang digunakan dalam menggunakan metode-metode tersebut diatas ada minimal 2 yaikni: mashlahah mursalah dan konsep yang lebih sejalan dengan tuntutan dan perubahan zaman. Sementara dasar dalam melakukan reinterpretasi nash muncul dalam empat bentuk.yaitu: a. Ada Negara yang menggunakan pendekatan tematik dan integrative, meskipun penggunaannya belum konsisten dan belum sistematis terhadap semua masalah. b. Ada Negara yang menggunakan dasar analogi (qiyas), madsutnya mencari kesamaan illat hukum antara kasus yang sudah ada keteapan hukumnya dalam nash dengan kasus baru yang ketetapannya hukum belum ada. c. Ada Negara yang mendasarkan pada mashlahah, khsusnya mursalah, madsudnya penetapan hukum berdasarkandan untuk kepentingan orang banyak, dan ketetapan hukum tersebut tidak bertentangan dengan syari’ah. d. Ada Negara yang mendasarkan pada pemahaman/penafsiran secara kontekstual (faham/tafsir konstektual) Adapun sifat dan metode reformasi yang digunakan dinegara-negara muslim dalam melakukan pembaruan hukum keluarga Islam dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Intra-doctrinal reform tetap merujuk pada konsep fikih konfensional dengan cara: a. Tahyir(memilih pandangan salah satu ulama fikih, termasuk ulama diluar madzhab), dapat pula disebut tarjih, dan b. Talfiq, (mengkombinasikan sejumlah pendapat) 2. Extra-doctrinal reform pada prinsipnya tidak lagi merujuk pada konsep fikih konfensional tapi merujuk pada nash al-quran dan sunnah nabi Muhammad SAW dengan melakukan penafsitran ulang terhadap nash (reinterpretasi).s C. Tujuan Pembaruan Hukum Keluarga Islam Pembaruan hukum islam adalah upaya untuk melakukan penyelarasan pemahaman dan aplikasi ajaran islam dibidang hkum dengan kemajuan modern dengan tetap berdasarkan pada semangat ajaran islam. Adapun tujuan pembaruan Hukum Keluarga Islam Kontemporer secara umum dapat pula di kelompokan menjadi tiga, yakni: 1. Unifikasi hukum perkawinan 2. Peningkatan status wanita 3. Respon terhadap perkembangan dan tuntutan zaman 4. Memberikan kepastian hukum bagi masalah-masalah perkawinan 5. menjadi pegangan hakim

0 komentar:

Posting Komentar